HUKUM ONANI DALAM ISLAM
A. Istilah
Onani
kata Onani dalam bahasa Arab dikenal istilah “الاستمناء”, yaitu memaksa keluarnya mani.
Atau secara istilah didefinisikan, “الاستمناء” adalah mengeluarkan mani dengan
cara selain jima’ (bersenggama) dan cara ini dinilai haram seperti mengeluarkan
mani tersebut dengan tangan secara paksa disertai syahwat, atau bisa pula
“الاستمناء” dilakukan antara pasangan suami istri dengan tangan pasangannya dan
cara ini dinilai boleh (tidak haram).
Dalam kitab I’anatuth Tholibin
(2:255) disebutkan makna “الاستمناء” adalah mengeluarkan mani dengan cara
selain jima’ (senggama), baik dilakukan dengan cara yang haram melalui tangan,
atau dengan cara yang mubah melalui tangan pasangannya[1].
Onani adalah kegiatan melepaskan
keinginan nafsu seksual dengan jalan tidak bersenggama, dengan cara merangsang
alat vital melalui tangan atau alat bantu lainnya
B.
Hukum Onani
Ada
perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum onani
1.
Hukum
Haram
Menurut
Imam Syafi’i dan Imam Malik, onani adalah kegiatan dilarang dalam Islam. Mereka
berpendapat bahwa perbuatan Onani itu haram.
Adapun
dalilnya adalah berdasarkan Firman Allah dalam Q.S.Al-Mu'minun ayat 5-7:
“Dan
Orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau
budak yang mereka miliki; maka mereka
sesungguhnya dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di
balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”(Q S Al mu’minun
Ayat 5-7)
Dari ayat
ini jelaslah dalilnya bahwa Allah SWT memuji orang-orang mukmin yang memelihara
kemaluannya dari hal-hal yang di haramkan, kecuali terhadap istri dan Budaknya.
Maka mereka termasuk orang-orang yang dzalim, karena telah melampaui batas yang
halal untuk berbuat yang haram, seperti halnya perbuatan Onani.
Dalam
surat Al-Mukminun ayat tujuh tersebut, terdapat kata “Barangsiapa yang mencari
di balik itu.” Maksudnya adalah yang mencari kepuasan seksual bukan dengan
isteri atau suaminya, tapi dengan cara yang lain seperti homo seksual, lesbi
dan onani, maka tindakan tersebut merupakan perbuatan yang melampaui batas atau
haram. Nah, dari ayat tersebutlah Iman Syafi’i dan Imam Malik membuat kesimpulan
bahwa onani adalah perbuatan yang haram .
Mereka
juga berdalil dengan firman Allah Swt dalam Q.S.An-Nuur ayat 33 :
“Dan
orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesuciannya(diri)nya,
sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya” (Q.S.An Nur: 33).
Ayat ini
menjelaskan tentang pengharaman onani dari dua sudut :
Sesungguhnya Allah memerintahkan
orang islam yang belum mampu kawin agar menjaga kesucian dirinya . Kalimat
tersebut merupakan kalimat perintah. Dalam Ushul Fiqh, kaidah perintah
menunjukan hukum wajib. Artinya, barang siapa yang belum bisa atau mampu kawin,
diwajibkan baginya untuk menjauhi hal-hal yang menjerumuskan dirinya kedalam
lembah kehianaan (kemaksiatan), seperti zina, homoseks, onani, dan lain-lain.
Jadi
berdasarkan uraian diatas, onani haram
hukumnya selain dari ayat Al Qur’an, mereka juga memakai dalil dari hadist,
yang menerangkan bahwa onani itu haram”.
“ Dari
Abdullah bin Mas’ud Ra, ia berkata: Rasulullah
SAW bersabda: ’’wahai generasi muda, barangsiapa diantara kalian
sudah siap (mampu) menjalani hidup berumah tangga ( suami istri) maka kawinlah
! Sesungguhnya dibalik itu, pandangan mata dan kemaluan akan lebih terjaga dan
terpelihara dari perbuatan maksiat dan barang siapa belum mampu hendaknya berpuasa. Karena dengan puasa itulah dirinya akan terlindungi
dari kemaksiatan”. (HR bukhori Muslim)
Maksud
dalil ini, bahwa Rasulullah SAW memberikan petunjuk kepada pemuda muslim, agar segera
berumah tangga bagi yang sudah mampu dan supaya berpuasa bagi yang masih lemah.
2.
Hukum
Boleh (Mubah)
Ada juga
sebagian ulama yang memperbolehkan, terutama ulama dari mahzab Hanafi dan
Hanbali. Mereka mengatakan onani secara
prinsip hukumnya terlarang atau haram, namun apabila dorongan seksual seseorang
sangat tinggi padahal belum mampu menikah, demi mencegah perbuatan zina, maka
dalam kondisi ini onani hukumnya menjadi mubah ( boleh ), tetapi dengan catatan
tidak menjadi kebiasaan atau adat.
hukum onani
juga dijelaskan oleh ulamah Ibnu Hazm. Menurut ulamah Ibnu Hazm, onani pada
dasarnya bersifat makruh dan boleh dilakukan karena tidak diharamkan secara
langsung oleh Allah SWT di dalam Al-Qur’an. Pendapat ini diambil dengan
berpedoman kepada Al-Qur’an surat Al An’am ayat 119 yang artinya : “Padahal
Sesungguhnya Allah SWT telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya
atasmu.”.
Dari
beberapa pendapat diatas, yang lebih kuat argumentasinya adalah pendapat yang
mengharamkan perbuatan Onani. Sedangkan
pendapat yang memakruhkan atau membolehkan Onani (Mubah) sangatlah bertentangan
dengan kebenaran, meskipun yang berpendapat demikian adalah Ulama’ yang
terkenal jadi pendapat yang lebih benar (Arjah) dan sesuailah yang harus di
ikuti.
C. Dampak/Efek
Samping dari Onani
1.
Efek
terhadap rohani
bahaya yang di timbulkan oleh
perbuatan Onani adalah berkurangnya hIdayah dan taufik Allah SWT; tidak
stabilnya pemikiran, sehingga Ide-ide yang kemukakan selalu jauh dari
kebenaran, Hati yang menjadi keras dan kasar,
akhlak semakin tidak terpuji, suka marah tidak banyak meridhoi (kurang
ikhlas), dan sulit menerima Ilmu Agama.
2.
Efek
terhadap kesehatan
Ahli kedokteran telah
menetapkan,bahwa onani dapat menimbulkan beraneka ragam sfek samping,antara
lain:
a.
Melemahkan
alat kelamin sebagai sarana untuk berhubungan seksual
b.
Akan
membuat urat-urat tubuh semakin lemah
c.
Sangat
mempengaruhui perkembangan alat vital, dan mungkin tidak akan tumbuh seperti
lazimnya.
d.
Alat
vital tersebut akan membengkak, sehingga sang pelaku menjadi mudah mengeluarkan
air maninya.
e.
Meninggalkan
rasa sakit pada sendi tulang punggung dimana air mani keluar darinya. Dan
akibat dari sakitnya itu, punggung akan menjadi bungkuk.
f.
Menyebabkan
anggota badan sering gemetaran, seperti di bagian kaki .
g.
Onani
bisa menyebabkan kelenjar otak menjadi lemah, sehingga daya pikir menjadi
semakin berkurang, daya faham menurun, dan daya ingat juga melemah.
h.
Penglihatan semakin berkurang ketajamannya, karena mata
tidak lagi normal seperti biasanya
D.
Solusi dari Onani
Para ulama
memberi nasehat bagi orang yang sudah kecandu onani, hendaklah ia perbanyak
do’a, rajin menundukkan pandangan dari melihat yang haram, dan rajin
berolahraga untuk menurunkan syahwatnya. Namun jika ia dihadapkan pada dua
jalan yaitu berzina ataukah onani, maka hendaklah ia memilih mudhorot yang
lebih ringan yaitu onani, sambil diyakini bahwa perbuatan tersebut adalah suatu
dosa sehingga ia patut bertaubat, memperbanyak istighfar dan do’a.
Ada beberapa solusi lainnya agar
terhindar dari onani yaitu :
- Banyak berdo’a dan bertaubat kepada Allah, untuk berhenti dari onani selamanya.
- Harus memiliki tekad, kemauan, dan motivasi yang kuat dari diri sendiri.
- Bergaullah dengan orang-orang yang alim, cerdas, sholeh, beriman, bertakwa. Hindarilah lingkungan pergaulan yang membawa menuju “lembah maksiat” atau “dunia hitam” atau bergaul dengan orang yang hobi onani..
- Sibukkan diri dengan beribadah terutama banyak melakukan puasa sunnah karena puasa akan mudah mengekang syahwat. Sibukkan diri pula dengan menjaga shalat berjamaah, shalat malam, berzikir, dan membaca Alquran serta melakukan hal bermanfaat seperti olahraga.
- Hindari melihat tontonan, tayangan, gambar, video, yang “syur”, “aduhai”, atau porno, baik di internet, televisi, VCD, DVD, dsb. Hindari juga “bacaan dewasa”, “kisah panas”, atau “bumbu-bumbu seksual”.
- Sadarilah bahwa onani hanya akan menghabiskan energi dan waktu Anda yang sebenarnya dapat Anda gunakan untuk melakukan hal-hal lainnya yang bermanfaat[2].
Tidak ada komentar:
Posting Komentar