Rabu, 16 November 2016

HUKUM ONANI DALAM ISLAM



HUKUM ONANI DALAM ISLAM  
A. Istilah Onani
kata Onani dalam  bahasa Arab dikenal istilah “الاستمناء”, yaitu memaksa keluarnya mani. Atau secara istilah didefinisikan, “الاستمناء” adalah mengeluarkan mani dengan cara selain jima’ (bersenggama) dan cara ini dinilai haram seperti mengeluarkan mani tersebut dengan tangan secara paksa disertai syahwat, atau bisa pula “الاستمناء” dilakukan antara pasangan suami istri dengan tangan pasangannya dan cara ini dinilai boleh (tidak haram).
Dalam kitab I’anatuth Tholibin (2:255) disebutkan makna “الاستمناء” adalah mengeluarkan mani dengan cara selain jima’ (senggama), baik dilakukan dengan cara yang haram melalui tangan, atau dengan cara yang mubah melalui tangan pasangannya[1].
Onani adalah kegiatan melepaskan keinginan nafsu seksual dengan jalan tidak bersenggama, dengan cara merangsang alat vital melalui tangan atau alat bantu lainnya
B.     Hukum Onani
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai hukum onani
1.      Hukum Haram
Menurut Imam Syafi’i dan Imam Malik, onani adalah kegiatan dilarang dalam Islam. Mereka berpendapat bahwa perbuatan Onani itu haram.
Adapun dalilnya adalah berdasarkan Firman Allah dalam Q.S.Al-Mu'minun ayat 5-7:

“Dan Orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap istri-istri mereka atau budak yang mereka miliki; maka mereka  sesungguhnya dalam hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.”(Q S Al mu’minun Ayat 5-7)
Dari ayat ini jelaslah dalilnya bahwa Allah SWT memuji orang-orang mukmin yang memelihara kemaluannya dari hal-hal yang di haramkan, kecuali terhadap istri dan Budaknya. Maka mereka termasuk orang-orang yang dzalim, karena telah melampaui batas yang halal untuk berbuat yang haram, seperti halnya perbuatan Onani.
Dalam surat Al-Mukminun ayat tujuh tersebut, terdapat kata “Barangsiapa yang mencari di balik itu.” Maksudnya adalah yang mencari kepuasan seksual bukan dengan isteri atau suaminya, tapi dengan cara yang lain seperti homo seksual, lesbi dan onani, maka tindakan tersebut merupakan perbuatan yang melampaui batas atau haram. Nah, dari ayat tersebutlah Iman Syafi’i dan Imam Malik membuat kesimpulan bahwa onani adalah perbuatan yang haram .
Mereka juga berdalil dengan firman Allah Swt dalam Q.S.An-Nuur ayat 33 :

“Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesuciannya(diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya” (Q.S.An Nur: 33).
Ayat ini menjelaskan tentang pengharaman onani dari dua sudut :
Sesungguhnya Allah memerintahkan orang islam yang belum mampu kawin agar menjaga kesucian dirinya . Kalimat tersebut merupakan kalimat perintah. Dalam Ushul Fiqh, kaidah perintah menunjukan hukum wajib. Artinya, barang siapa yang belum bisa atau mampu kawin, diwajibkan baginya untuk menjauhi hal-hal yang menjerumuskan dirinya kedalam lembah kehianaan (kemaksiatan), seperti zina, homoseks, onani, dan lain-lain.

Jadi berdasarkan uraian diatas, onani  haram hukumnya selain dari ayat Al Qur’an, mereka juga memakai dalil dari hadist, yang  menerangkan bahwa onani itu haram”.
“ Dari Abdullah bin Mas’ud Ra, ia berkata: Rasulullah  SAW  bersabda: ’’wahai  generasi muda, barangsiapa diantara kalian sudah siap (mampu) menjalani hidup berumah tangga ( suami istri) maka kawinlah ! Sesungguhnya dibalik itu, pandangan mata dan kemaluan akan lebih terjaga dan terpelihara dari perbuatan maksiat dan barang siapa belum mampu hendaknya  berpuasa. Karena  dengan puasa itulah dirinya akan terlindungi dari kemaksiatan”. (HR bukhori  Muslim)
Maksud dalil ini, bahwa Rasulullah SAW memberikan petunjuk kepada pemuda muslim, agar segera berumah tangga bagi yang sudah mampu dan supaya berpuasa bagi yang masih lemah.

2.      Hukum Boleh (Mubah)
Ada juga sebagian ulama yang memperbolehkan, terutama ulama dari mahzab Hanafi dan Hanbali. Mereka mengatakan  onani secara prinsip hukumnya terlarang atau haram, namun apabila dorongan seksual seseorang sangat tinggi padahal belum mampu menikah, demi mencegah perbuatan zina, maka dalam kondisi ini onani hukumnya menjadi mubah ( boleh ), tetapi dengan catatan tidak menjadi kebiasaan atau adat.
hukum onani juga dijelaskan oleh ulamah Ibnu Hazm. Menurut ulamah Ibnu Hazm, onani pada dasarnya bersifat makruh dan boleh dilakukan karena tidak diharamkan secara langsung oleh Allah SWT di dalam Al-Qur’an. Pendapat ini diambil dengan berpedoman kepada Al-Qur’an surat Al An’am ayat 119 yang artinya : “Padahal Sesungguhnya Allah SWT telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu.”.
Dari beberapa pendapat diatas, yang lebih kuat argumentasinya adalah pendapat yang mengharamkan  perbuatan Onani. Sedangkan pendapat yang memakruhkan atau membolehkan Onani (Mubah) sangatlah bertentangan dengan kebenaran, meskipun yang berpendapat demikian adalah Ulama’ yang terkenal jadi pendapat yang lebih benar (Arjah) dan sesuailah yang harus di ikuti.

C.     Dampak/Efek Samping dari Onani
1.      Efek terhadap rohani
bahaya yang di timbulkan oleh perbuatan Onani adalah berkurangnya hIdayah dan taufik Allah SWT; tidak stabilnya pemikiran, sehingga Ide-ide yang kemukakan selalu jauh dari kebenaran, Hati yang menjadi keras dan kasar,  akhlak semakin tidak terpuji, suka marah tidak banyak meridhoi (kurang ikhlas), dan sulit menerima Ilmu Agama.
2.      Efek terhadap kesehatan
Ahli kedokteran telah menetapkan,bahwa onani dapat menimbulkan beraneka ragam sfek samping,antara lain:
a.       Melemahkan alat kelamin sebagai sarana untuk berhubungan seksual
b.      Akan membuat urat-urat tubuh semakin lemah
c.       Sangat mempengaruhui perkembangan alat vital, dan mungkin tidak akan tumbuh seperti lazimnya.
d.      Alat vital tersebut akan membengkak, sehingga sang pelaku menjadi mudah mengeluarkan air maninya.
e.       Meninggalkan rasa sakit pada sendi tulang punggung dimana air mani keluar darinya. Dan akibat dari sakitnya itu, punggung akan menjadi bungkuk.
f.       Menyebabkan anggota badan sering gemetaran, seperti di bagian kaki .
g.       Onani bisa menyebabkan kelenjar otak menjadi lemah, sehingga daya pikir menjadi semakin berkurang, daya faham menurun, dan daya ingat juga melemah.
h.      Penglihatan  semakin berkurang ketajamannya, karena mata tidak lagi normal seperti biasanya


D.    Solusi dari Onani
Para ulama memberi nasehat bagi orang yang sudah kecandu onani, hendaklah ia perbanyak do’a, rajin menundukkan pandangan dari melihat yang haram, dan rajin berolahraga untuk menurunkan syahwatnya. Namun jika ia dihadapkan pada dua jalan yaitu berzina ataukah onani, maka hendaklah ia memilih mudhorot yang lebih ringan yaitu onani, sambil diyakini bahwa perbuatan tersebut adalah suatu dosa sehingga ia patut bertaubat, memperbanyak istighfar dan do’a.
             Ada beberapa solusi lainnya agar terhindar dari onani yaitu :          
  1. Banyak berdo’a dan bertaubat kepada Allah, untuk berhenti dari onani selamanya.
  2. Harus memiliki tekad, kemauan, dan motivasi yang kuat dari diri sendiri.
  3. Bergaullah dengan orang-orang yang alim, cerdas, sholeh, beriman, bertakwa. Hindarilah lingkungan pergaulan yang membawa menuju “lembah maksiat” atau “dunia hitam” atau bergaul dengan orang yang hobi onani..
  4. Sibukkan diri dengan beribadah terutama banyak melakukan puasa sunnah karena puasa akan mudah mengekang syahwat. Sibukkan diri pula dengan menjaga shalat berjamaah, shalat malam, berzikir, dan membaca Alquran serta melakukan hal bermanfaat seperti olahraga.
  5. Hindari melihat tontonan, tayangan, gambar, video, yang “syur”, “aduhai”, atau porno, baik di internet, televisi, VCD, DVD, dsb. Hindari juga “bacaan dewasa”, “kisah panas”, atau “bumbu-bumbu seksual”.
  6. Sadarilah bahwa onani hanya akan menghabiskan energi dan waktu Anda yang sebenarnya dapat Anda gunakan untuk melakukan hal-hal lainnya yang bermanfaat[2].


[1] http://feizainfo.blogspot.co.id/2013/11/hukum-onani.html?m=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar