Kamis, 12 November 2015

Kurikulum

BAB. I PEMBAHASAN

A. Pengertian Kurikulum Istilah kurikulum (curriculum), yang pada awalnya digunakan dalam dunia olahraga, berasal dari kata curir (pelari) dan curere (tempat berpacu). Pada saat itu kurikulum diartikan sebagai jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari mulai dari start sampai finish untuk memperoleh medali atau penghargaan. Kemudian, pengertian tersebut diterapkan dalam dunia pendidikan menjadi sejumlah mata pelajaran (subject) yang harus ditempuh oleh seorang siswa dari awal sampai akhir program pelajaran untuk memperoleh penghargaan dalam bentuk ijazah. Berdasarkan pengertian tersebut, dalam kurikulum terkandung dua hal pokok,adalah sebagai berikut:
1) Adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa, dan
2) Tujuan utamanya yaitu untuk memperoleh ijazah. Dengan demikian, implikasi terhadap praktik pengajaran yaitu setiap siswa harus menguasai seluruh mata pelajaran yang diberikan dan menempatkan guru dalam posisi yang sangat penting dan menentukan. Keberhasilan siswa ditentukan oleh seberapa jauh mata pelajaran tersebut dikuasainya dan biasanya disimbolkan dengan skor yang diperoleh setelah mengikuti suatu tes atau ujian.
Pengertian kurikulum seperti disebutkan di atas dianggap pengertian yang sempit atau sangat sederhana. Jika kita mempelajari buku-buku atau literatur lainnya tentang kurikulum, terutama yang berkembang di negara-negara maju, maka akan ditemukan banyak pengertian yang lebih luas dan beragam. Kurikulum itu tidak terbatas hanya pada sejumlah mata pelajaran saja, tetapi mencakup semua pengalaman belajar (learning experiences) yang dialami siswa dan mempengaruhi perkembangan pribadinya. Bahkan Harold B. Alberty (1965) memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah tanggung jawab sekolah (all of the activities that are provided for the students by the school). Kurikulum tidak dibatasi pada kegiatan di dalam kelas saja, tetapi mencakup juga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh siswa di luar kelas. Pendapat yang senada dan menguatkan pengertian tersebut dikemukakan oleh Saylor, Alexander, dan Lewis (1974) yang menganggap kurikulum sebagai segala upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa supaya belajar, baik dalam ruangan kelas, di halaman sekolah, maupun di luar sekolah. Pengertian kurikulum senantiasa berkembang terus sejalan dengan perkembangan teori dan praktik pendidikan. Dengan beragamnya pendapat mengenai pengertian kurikulum, maka secara teoretis kita agak sulit menentukan satu pengertian yang dapat merangkum semua pendapat. Pada saat sekarang istilah kurikulum memiliki empat dimensi pengertian, satu dimensi dengan dimensi lainnya saling berhubungan. Keempat dimensi kurikulum tersebut yaitu:
1) Kurikulum sebagai suatu ide atau gagasan.
2) Kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang sebenamya merupakan perwujudan dari kurikulum sebagai suatu ide.
3) Kurikulum sebagai suatu kegiatan yang sering pula disebut dengan istilah kurikulum sebagai suatu realita atau implementasi kurikulum. Secara teoretis dimensi kurikulum ini adalah pelaksanaan dari kurikulum sebagai suatu rencana tertulis.
4) Kurikulum sebagai suatu hasil yang merupakan konsekuensi dari kurikulum sebagai suatu kegiatan. Pandangan atau anggapan yang sampai saat ini masih lazim dipakai dalam dunia pendidikan dan persekolahan di negara kita, yaitu kurikulum sebagai suatu rencana tertulis yang disusun guna memperlancar proses pembelajaran. Hal ini sesuai dengan rumusan pengertian kurikulum seperti yang tertera dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional : "Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu". Dalam panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan jenjang pendidikan dasar dan menengah yang dikeluarkan oleh BSNP, pengertian kurikulum yang digunakan mengacu pada pengertian seperti yang tertera dalam UU tersebut. Secara lebih jelas dikatakan bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. B. Fungsi Kurikulum Pada dasarnya kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman atau acuan. Bagi guru, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan proses pembelajaran. Bagi kepala sekolah dan pengawas, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam melaksanakan supervisi atau pengawasan. Bagi orang tua, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman dalam membimbing anaknya belajar di rumah. Bagi masyarakat, kurikulum itu berfungsi sebagai pedoman untuk memberikan bantuan bagi terselenggaranya proses pendidikan di sekolah. Bagi siswa sebagai subjek didik, terdapat enam fungsi kurikulum sebagai berikut:
1. Fungsi Penyesuaian Fungsi Penyesuaian mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mengarahkan siswa agar memiliki sifat well adjusted yaitu mampu menyesuaikan dirinya dengan lingkungan, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Lingkungan itu sendiri senantiasa mengalami perubahan dan bersifat dinamis. Karena itu, siswa pun harus memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi di lingkungannya.
2. Fungsi Integrasi Fungsi Integrasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu menghasilkan pribadi-pribadi yang utuh. Siswa pada dasarnya merupakan anggota dan bagian integral dari masyarakat. Oleh karena itu, siswa harus memiliki kepribadian yang dibutuhkan untuk dapat hidup dan berintegrasi dengan masyarakatnya.
3. Fungsi Diferensiasi Fungsi Diferensiasi mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan pelayanan terhadap perbedaan individu siswa. Setiap siswa memiliki perbedaan, baik dari aspek fisik maupun psikis, yang harus dihargai dan dilayani dengan baik. 4. Fungsi Persiapan Fungsi Persiapan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu mempersiapkan siswa untuk melanjutkan studi ke jenjang pendidikan berikutnya. Selain itu, kurikulum juga diharapkan dapat mempersiapkan siswa untuk dapat hidup dalam masyarakat seandainya karena sesuatu hal, tidak dapat melanjutkan pendidikannya.
5. Fungsi Pemilihan Fungsi Pemilihan mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih program-program belajar yang sesuai dengan kemampuan dan minatnya. Fungsi pemilihan ini sangat erat hubungannya dengan fungsi diferensiasi, karena pengakuan atas adanya perbedaan individual siswa berarti pula diberinya kesempatan bagi siswa tersebut untuk memilih apa yang sesuai dengan minat dan kemampuannya. Untuk mewujudkan kedua fungsi tersebut, kurikulum perlu disusun secara lebih luas dan bersifat fleksibel.
6. Fungsi Diagnostik Fungsi Diagnosti mengandung makna bahwa kurikulum sebagai alat pendidikan harus mampu membantu dan mengarahkan siswa untuk dapat memahami dan menerima kekuatan (potensi) dan kelemahan yang dimilikinya. Jika siswa sudah mampu memahami kekuatan dan kelemahan-kelemahan yang ada pada dirinya, maka diharapkan siswa dapat mengembangkan sendiri potensi kekuatan yang dimilikinya atau memperbaiki kelemahan-kelemahannya.
C. Struktur Kurikulum
Merupakan pola san susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Kedalaman muatan kurikulum setiapp mata pelajaran pada setiap satuan pendidikan dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai peserta didik sesui dengan beban belajar yang terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi yang dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan. Muatan lokal dan kegiatan pengembangan diri merupakan bagian integral dari strukktur kurikulum pada jenjang pendiidkan dasar dan menengah.
1. Struktur kurikulum SD/MI
Struktur kurikulum SD/MI meliputi subtansi pembelajaran yang ditempuh dalam jenjang pendidikan selama enam tahun mulai kelas I sampai dengan kelas VI. Struktur kurikulum SD/MI disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut.
1) Struktur kurikulum SD/MI memuat 8 mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri. Muatan lokal nerupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuikan dengan ciri khas dan potensi dearah, termasuk kunggulan daerah, yang materinnya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada. Subtansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan bertujuan untuk mengembangkan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesui dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik sesui dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengemmbangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
2) Subtansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan “IPA Terpadu dan IPS Terpadu”.
3) Pembelajaran pada kelas I s.d III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada Kelas IV s.d VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran,
4) Jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum 4 jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
5) Alokasi waktu satau jam pembelajaran adalah 35 menit.
6) Minggu efektif dalam 1 tahun pelajaran ( 2 semester) adalah 34-38 minggu. Struktur kurikulum SD/MI disajikan sebagai berikut.
7) Pembelajaran pada kelas I s.d III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada Kelas IV s.d VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran,
8) Jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum 4 jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
9) Alokasi waktu satau jam pembelajaran adalah 35 menit.
10) Minggu efektif dalam 1 tahun pelajaran ( 2 semester) adalah 34-38 minggu. Struktur kurikulum SD/MI adalah sebagai berikut.
KOMPONEN KELAS DAN LOKASI WAKTU I II III IV, V, & VI A.
Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama 3 2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 3. Bahasa Indonesia 5 4. Matematika 5 5. Ilmu Pengetahuan Alam 4 6. Ilmu Pengetahuan Sosial 3 7. Seni Budaya Dan Keterampilan 4 8. Pendidikan Jasmani, Olahraga Dan Kesehatan 4 B. Muatan Lokal 2 C. Pengetahuan Diri 2*) Jumlah 26 27 28 32 2*) Ekuivalen 2 jam pelajaran 2. Struktur kurikulum SMP/MTs Struktur kurikulum SMP/MTs meliputi subtansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama 3 tahun mulai VII sampai dengan Kelas IX. Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut.
1) Struktur kurikulum SMP/MTs memuat 10 mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri. Mutan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokan ke dalam mata pelajaran yang ada. Subtansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan bertujuan untuk mengembangkan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesui dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik sesui dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengemmbangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
2) Subtansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan “IPA Terpadu dan IPS Terpadu”.
3) Pembelajaran pada kelas I s.d III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada Kelas IV s.d VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran,
4) Jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum 4 jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
5) Alokasi waktu satau jam pembelajaran adalah 35 menit.
6) Minggu efektif dalam 1 tahun pelajaran ( 2 semester) adalah 34-38 minggu. 2. Struktur kurikulum SMP/MTs Struktur kurikulum SMP/MTs meliputi subtansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama 3 tahun mulai VII sampai dengan Kelas IX. Struktur kurikulum disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran dengan ketentuan sebagai berikut.
7) Struktur kurikulum SMP/MTs memuat 10 mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri. Mutan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokan ke dalam mata pelajaran yang ada. Subtansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan bertujuan untuk mengembangkan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesui dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik sesui dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengemmbangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
8) Subtansi mata pelajaran IPA dan IPS pada SD/MI merupakan “IPA Terpadu dan IPS Terpadu”.
9) Pembelajaran pada kelas I s.d III dilaksanakan melalui pendekatan tematik, sedangkan pada Kelas IV s.d VI dilaksanakan melalui pendekatan mata pelajaran,
10) Jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum 4 jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
11) Alokasi waktu satau jam pembelajaran adalah 35 menit.
12) Minggu efektif dalam 1 tahun pelajaran ( 2 semester) adalah 34-38 minggu Struktur kurikulum SMP/MTs disajikan sebagai berikut.
3. Struktur kurikulum SMA/MA Perorganisasian kelas-kelas pada SMA/MA dibagi ke dalam 2 kelompok, yaitu kelas X merupakan program umum yang diikuti oleh seluruh peserta didik, dan kelas XI dan XII merupakan program perjurusan yang terdiri atas 4 program: ï Program ilmu pengetahuan alam ï Program ilmu pengetauan sosial ï Program bahasa, dan ï Program keagamaan, khusus untuk MA. a. Kurikulum SMA/MA kelas X
1) Kurikulum SMA/MA kelas X terdiri 16 mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri. Mautan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokan ke dalam mata pelajaran yang ada. Subtansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan bertujuan untuk mengembangkan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesui dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik sesui dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengemmbangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
2) Jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum 4 jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
3) Alokasi waktu satau jam pembelajaran adalah 35 menit.
4) Minggu efektif dalam 1 tahun pelajaran ( 2 semester) adalah 34-38 minggu. Struktur kurikulum SMA/MA Kelas X adalah sebagai berikut. Komponen Alokasi Waktu Semester 1 Semester 2 A. Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama 2 2 2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 3. Bahasa Indonesia 4 4 4. Bahasa Inggris 4 4 5. Matematika 4 4 6. Fisika 2 2 7. Biologi 8. Kimia 2 2 2 2 9. Sejarah 10. Geografi 11. Ekonomi 12. Sosiologi 1 1 2 2 1 1 2 2 13. Seni Budaya 2 2 14. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 15. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 16. Keterampilan/ Bahasa Asing 2 2 B. Muatan Lokal 2 2 C. Pengembangan Diri 2*) 2*) Jumlah 38 38 2*) ekuivalen 2 jam pembelajaran b. Kurikulumm SMA/MA kelas XI dan XII
1) Kurikulum SMA/MA kelas XI dan XII Program IPA, Program IPS, Program Bahasa dan Program Keagamaan terdiri atas 14 mata pelajaran, muatan lokal dan pengembangan diri. Mautan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokan ke dalam mata pelajaran yang ada. Subtansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan bertujuan untuk mengembangkan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesui dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik sesui dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengemmbangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
2) Jam pelajaran untuk setiap mata pelajaran dialokasikan sebagaimana tertera dalam struktur kurikulum. Satuan pendidikan dimungkinkan menambah maksimum 4 jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan.
3) Alokasi waktu satau jam pembelajaran adalah 35 menit.
4) Minggu efektif dalam 1 tahun pelajaran ( 2 semester) adalah 34-38 minggu. Struktur kurikulum SMA/MA Kelas XI dan XII program IPA KOMPONEN ALOKASI WAKTU Kelas XI Kelas XII Smt 1 Smt 2 Smt 1 Smt 2 A. Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama 2 2 2 2 2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2 3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4. Bahasa Inggris 4 4 4 4 5. Matematika 4 4 4 4 6. Fisika 4 4 4 4 7. Kimia 4 4 4 4 8. Biologi 4 4 4 4 9. Sejarah 1 1 1 1 10. Seni Budaya 2 2 2 2 11. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 2 2 12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2 13. Keterampilan/ Bahasa Asing 2 2 2 2 B. Muatan Lokal 2 2 2 2 C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*) Jumlah 39 39 39 39 2*) ekuivalen 2 jam pembelajara Struktur kurikulum SMA/MA kelas XI dan XII program IPS KOMPONEN ALOKASI WAKTU Kelas XI Kelas XII Smt 1 Smt 2 Smt 1 Smt 2 A. Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama 2 2 2 2 2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2 3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4. Bahasa Inggris 4 4 4 4 5. Matematika 4 4 4 4 6. Sejarah 3 3 3 3 7. Geografi 3 3 3 3 8. Ekonomi 4 4 4 4 9. Sosiologi 3 3 3 3 10. Seni Budaya 2 2 2 2 11. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 2 2 12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2 13. Keterampilan/Bahasa Asing 2 2 2 2 B. Muatan Lokal 2 2 2 2 C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*) Jumlah 39 39 39 39 2*) ekuivalen 2 jam pembelajaran Struktur kurikulum SMA/MA kelas XI dan XII program Bahasa KOMPONEN ALOKASI WAKTU Kelas XI Kelas XII Smt 1 Smt 2 Smt 1 Smt 2 A. Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama 2 2 2 2 2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2 3. Bahasa Indonesia 5 5 5 5 4. Bahasa Inggris 5 5 5 5 5. Matematika 3 3 3 3 6. Sastra Indonesia 4 4 4 4 7. Bahasa Asing 4 4 4 4 8. Antropologi 2 2 2 2 9. Sejarah 2 2 2 2 10. Seni Budaya 2 2 2 2 11. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 2 2 12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2 13. Keterampilan 2 2 2 2 B. Muatan Lokal 2 2 2 2 C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*) Jumlah 39 39 39 39 2*) ekuivalen 2 jam pembelajaran Struktur kurikulum MA kelas XI dan XII program Keagamaan KOMPONEN ALOKASI WAKTU Kelas XI Kelas XII Smt 1 Smt 2 Smt 1 Smt 2 A. Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama 2 2 2 2 2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 2 2 2 3. Bahasa Indonesia 4 4 4 4 4. Bahasa Inggris 4 4 4 4 5. Matematika 4 4 4 4 6. Tafsir dan Ilmu Tafsir 3 3 3 3 7. Ilmu Hadist 3 3 3 3 8. Ushul Fiqih 3 3 3 3 9. Tasawuf/Ilmu Kalam 3 3 3 3 10. Seni Budaya 2 2 2 2 11. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 2 2 2 12. Teknologi Informasi dan Komunikasi 2 2 2 2 13. Keterampilan 2 2 2 2 B. Muatan Lokal 2 2 2 2 C. Pengembangan Diri 2*) 2*) 2*) 2*) Jumlah 38 38 38 38 2*) ekuivalen 2 jam pembelajaran Ditentukan oleh Departemen Agama 4. Struktur Kurikulum Pendidikan Kejuruan Pendidikan kejuruan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya. Agar dapat berkerja secara efektif dan efisien serta mengembangkan keahlian dan keterampilan, mereka harus memiliki stamina yang tinggi, menguasai bidang keahliannya dan dasar-dasar ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi dan komunikasi sesuai dengan tuntutan pekerjaannya, serta memiliki kemampuan mengembangkan diri. Struktur kurikulum pendidikan kejuruan dalam hal ini Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK) diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut. Kurikulum SMK/MAK berisi mata pelajaran wajib, mata pelajaran Dasar Kejuruan, Muatan Lokal, dan Pengembangan Diri. Mata pelajaran Dasar Kejuruan terdiri aras beberapa mata pelajaran yang bertujuan untuk menunjang pembentukan kompetensi kejuruan dan pengembangan kemampuan menyesuaikan diri dalam bidang keahliannya. Mautan lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokan ke dalam mata pelajaran yang ada. Subtansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan bertujuan untuk mengembangkan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesui dengan kebutuhan, bakat dan minat setiap peserta didik sesui dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengemmbangan diri difasilitasi dan atau dibimbing oleh konselor, guru atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Struktur kurikulum SMK/MAK meliputi subtansi pembelajaran yang ditempuh dalam satu jenjang pendidikan selama 3 tahun mulai Kelas X sampai dengan Kelas XII. Struktur kurikulum SMK/MAK disusun berdasarkan standar kompetensi lulusan dan standar kompetensi mata pelajaran. Struktur kurikulum SMK/MAK disajikan sebagai berikut. KOMPONEN ALOKASI WAKTU Kelas X, XI, XII Jam Mata Pelajaran Per Minggu a) Durasi Waktu (Jam) A. Mata Pelajaran 1. Pendidikan Agama 2 192 2. Pendidikan Kewarganegaraan 2 192 3. Bahasa Indonesia 2 192 4. Bahasa Inggris 4 440b) 5. Matematika 4 440 b) 6. Ilmu Pengetahuan Alam 2 192 7. Ilmu Pengetahuan Sosial 2 192 8. Seni Budaya 2 192 9. Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan 2 192 10. Kejuruan 2 192 10.1 Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi 2 202 10.2 Kewirausahaan 2 192 10.3Dasar Kompetensi Kejuruan 2 140 10.4Kompetensi Kejuruan 6 1000d) B. Muatan Lokal 2 192 C. Pengembangan Dirie) (2) (192) Jumlah 36 3950 2*) Ekuivalen 2 jam pembelajaran Keterangan notasi
a) Alokasi waktu pelajaran per minggu adalah jumlah jam minimal bagi setiap program keahlian.
b) Durasi waktu adalah jumlah jam minimal yang digunakan oleh setiap program keahlian. Program keahlian yang memerlukan waktu lebih jam tambahannya diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang sama, di luar jumlah jam yang dicantumkan.
c) Terdiri dari berbagai mata pelajaran yang ditentukan sesuai dengan kebutuhan setiap program keahlian.
d) Jumlah jam Kompetensi Kejuruan pada dasarnya sesuai dengan kebutuhan standard kompetensi kerja yang berlaku di dunia kerja tetapi tidak boleh kurang dari 1044 jam.
e) Ekuivalen 2 jam pembelajaran. Implikasi dari struktur krikulum diatas adalah sebagai berikut. ï Di dalam penyusunan kurikulum SMK/MAK mata pelajaran di bagi ke dalam tiga kelompok, yaitu kelompok normatif, adaptif dan produktif. Kelompok normatif adalah mata pelajaran yang dialokasikan secara tetap yang meliputi Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa Indoensia, Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan dan Seni Budaya. Kelompok adaptif terdiri atas mata pelajaran Bahasa Inggris, Matematika, Keterampilan Komputer dan Pengelolaan Informasi, Kewirausahaan, IPA dan IPS. Kelompok produktif terdiri atas sejumlah mata pelajaran yang dikelompokkan dalam Dasar Kompetensi Kejuruan dan Kompetensi Kejurusan. Kelompok adaptif dan produktif adalah mata pelajaran yang alokasinya waktunya disesuikan dengan kebutuhan program keahlian dan dapat diselenggarakan dalam blok waktu atau alternatif lain. ï Materi pembelajaran Dasar Kompetensi Kejuruan dan Kompetensi Kejuruan disesuikan dengan kebutuhan program keahlian untuk memenuhi standar kompetensi kerja di dunia kerja. ï Pendidikan pada SMK/MAK diselenggarakan dalam bentuj pendidikan ganda. ï Alokasi waktu satu jam pelajaran tatap muka adalah 45 menit. ï Beban belajar pada SMK/MAK meliputi kegiatan pembelajaran tatap muka, praktik di seklah dan kegiatan kerja praktik di dunia usaha/industri ekuivalen dengan 36 jam pelajaran per minggu. ï Minggu efektif pada SMK/MAK adalah 38 minggu dalam satu tahun pelajaran. ï Lama penyelenggaraan pendidikan pada SMK/MAK 3 tahun, maksimum 4 tahun sesui dengan tuntutan program keahlian.

BAB. III PENUTUP
1. Kesimpulan a Pengertian kurikulum merupakan adanya mata pelajaran yang harus ditempuh oleh siswa atau kurikulum adalah tujuan utamanya yaitu untuk memperoleh ijazah. b Fungsi kurikulm ada enam untuk siswa yaitu: ï Fungsi Penyesusaian ï Fungsi integrasi ï Fungsi diferensiasi ï Fungsi persiapan ï Fungsi pemilihan ï Fungsi diagnostik c Struktur kurikulum Adapun yang strukktur kurikulum yang penulis buat adalah struktur kurikulum mulai dari struktur kurikulum SD/MI, struktur kurikulum SMP/MTs, struktur kurikulum SMA/MA dan struktur kurikulum kejuruan atau SMK/MAK. DAFTAR ISI Dr. E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan :Sebuah Paduan Praktis, Bandung, PT. Remaja Rosdakarya, 2007. Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, Kurikulum Dan Pembelajaran: Teori Dan Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), Jakarta: Kencana, 2010. Teteh Ainie di 21.35 Berbagi ‹ › Beranda Lihat versi web my profil Teteh Ainie Dengan menyebut nama allah yang maha pengasih, maha penyayang. Lihat profil lengkapku Diberdayakan oleh Blogger.

Rabu, 11 November 2015

Modifiakasi kurikulum

SALIM CHOIRI Sabtu, 30 Mei 2009 MODIFIKASI KURIKULUM MODIFIKASI KURIKULUM DAN PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL A. Pendahuluan Pada hakekatnya semua anak memiliki kesempatan yang sama untuk memperoleh pendidikan. Melalui pendidikan, seluruh potensi anak didik dapat digali dan dikembangkan secara optimal. Baik anak didik yang normal maupun berkebutuhan khusus. Hal ini bertemali dengan amanat UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan ayat 2 tentang hak dan kewajiban setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan dan UU nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 1 tentang hak setiap warga negara memperoleh pendidikan yang bermutu. Dengan demikian tidak ada alasan untuk meniadakan pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK), apalagi menelantarkan ABK dalam memperoleh pendidikan. Peserta didik berkebutuhan khusus memiliki hambatan dalam mengikuti pembelajaran, hambatan itu bervariasi, mulai dari gradasi yang paling berat sampai dengan yang paling ringan. Bagi peserta didik yang memiliki hambatan berat, mereka dapat dididik di sekolah khusus atau Sekolah Luar Biasa (SLB) dan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Sedangkan mereka yang memiliki hambatan belajar pada gradasi sedang dan ringan dapat dididik di sekolah umum/sekolah regular, dengan persyaratan tertentu. Pendidikan bagi ABK di sekolah umum/sekolah regular disebut sekolah inklusif. Setiap anak hakekatnya berbeda satu dengan yang lain, baik kemampuan di bidang akademik maupun di bidang non-akademik. Kenyataan ini mengharuskan pendidik perlu mempertimbangkan perbedaan-perbedaan peserta didik ketika mengembangkan kurikulum dan merancang pembelajaran. Kurikulum yang digunakan di sekolah inklusif tentu tidak hanya kurikulum umum/regular. Karena kurikulum regular hanya cocok untuk anak normal dan memiliki kemampuan homogen. Bagi ABK di sekolah inklusif seharusnya menggunakan kurikulum khusus yang disesuaikan dengan kebutuhan individual peserta didik ABK. B. Modifikasi Kurikulum Dalam Undang-Undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) pada pasal 1 butir 19 disebutkan bahwa Kurikulum adalah: (1) seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan (2) bahan pelajaran, serta (3) cara yang digunakan sebagai pedoman penye­leng­­garaan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiaya­an dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005. Dalam konteks sekolah inklusif maka KTSP akan tidak hanya satu macam, karena keberadaan anak berkebutuhan khusus di sekolah tersebut. Artinya di samping ada KTSP yang dikembangkan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL, juga mengembangkan program pembelajaran individual (PPI) atau IEP (Individualized Educational Program) yang dikembangkan mengacu pada kurikulum khusus yang memuat standar kompetensi dan kompetensi dasar untuk satuan pendidikan dasar yang masih harus dikembangkan. Di sekolah inklusif terdapat (1) kurikulum regular atau KTSP yang dikembangkan berpedoman pada standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang dikembangkan BSNP, dan (2) IEP (Individualized Educational Program) atau PPI (Program Pembelajaran Individual) yang dikembang­kan berdasarkan ”Kurikulum Khusus” atau ”Kurikulum Modifikasi”. Mengingat kurikulum khusus atau untuk sekolah inklusif belum ada, maka kurikulum modifikasi tersebut perlu dikembangkan.. Kurikulum modifikasi yang dimaksud terutama modifikasi isi kurikulum meliputi penyesuaian Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SK KD). Berdasarkan hasil penelitian (A.Salim Choiri, dkk, 2008), telah berhasil memodifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar lima mata pelajaran, meliputi Mata Pelajaran PKN, Bahasa Indonesia, Matematika, IPA, dan IPS untuk SD/MI. Masing-masing SK KD ke lima mata pelajaran SD/MI tersebut, dikaji berdasarkan substansi keilmuan dan kemudian dilakukan pengurangan pada bagian-bagian tertentu untuk disesuaikan dengan kemampuan dan hambatan yang dialami peserta didik tingkat ringan dan sedang. Hasil modifikasi isi kurikulum secara singkat tersaji dalam tabel di bawah ini: Tabel 1: Ringkasan Hasil Modifikasi SK-KD Untuk Anak Dengan Hambatan Belajar Ringan Mata Pelajaran SK-KD Lama SK-KD Modifikasi Prosentase 1. Bahasa Indonesia SK 48 buah KD 122 buah SK 48 buah KD 97 buah 79.56% 2. I P A Sk : 42 Buah Kd: 120 Buah Sk : 42 Buah Kd: 95 Buah 79.1% 3. I P S SK 13 buah KD 48 buah SK 13 buah KD 38 buah 79,16% 4. PKN SK 24 buah KD 58 buah SK 24 buah KD 47 buah 81,034% 5. Matematika Sk 36 Buah Kd 123 Buah SK 36 Buah KD 98 Buah 79,67% Tabel 2: Ringkasan Hasil Modifikasi SK-KD Untuk Anak Dengan Hambatan Belajar Sedang MATA PELAJARAN SK-KD LAMA SK-KD MODIFIKASI PROSENTASE 1. Bahasa Indonesia SK 48 buah KD 122 buah SK 48 buah KD 72 buah 59.01% 2. I P A Sk : 42 Buah Kd: 120 Buah Sk : 42 Buah Kd: 77 Buah 64,1% 3. I P S SK 13 buah KD 48 buah SK 13 buah KD 28 buah 58.3% 4. PKN SK 24 buah KD 58 buah SK 24 buah KD 36 buah 62.067% 5. Matematika Sk 36 Buah Kd 123 Buah SK 36 Buah KD 80 Buah 65% Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang ada dalam kurikulum modifikasi akan menjadi arah dan landasan untuk mengembangkan materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, dengan mempertimbangkan kemampuan individual peserta didik. Hasilnya dituangkan dalam IEP atau PPI yang dikembangkan oleh Guru Pendidikan Khusus (GPK) serta petugas lain yang terkait. C. Program Pembelajaran Individual Program pembelajaran individual (PPI) adalah suatu program pembelajaran yang disusun untuk membantu peserta didik yang berkebutuhan khusus sesuai dengan kemampuannya. Program ini terbagi atas dua (2) hal yaitu : Program jangka panjang dan program jangka pendek (Sunardi, 2003). Dalam program pembelajaran individual, mencakup kurikulum dan penempatan untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus, serta berbagai aspek yang terkait orang tua dan lembaga yang terkait (Amin,1995). Dengan demikian program pembelajaran individual merupakan model layanan pembelajaran peserta didik berkebutuhan khusus yang belajar bersama anak normal di sekolah reguler. PPI dikembangkan khusus untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus, yang penyusunannya melibatkan guru, orang tua dan para ahli yang terkait. Di dalam PPI menyatakan di mana anak berada, ke mana tujuannya, bagaimana mencapai tujuan itu, dan bagaimana menyatakan pencapaian tujuan tersebut. Dengan demikian PPI dikembangkan dengan mencocokkan antara kemampuan dengan kebutuhan anak (Sunardi, 2003). Biasanya dalam satu tahun pelajaran pelaksanaan program pembelajaran individual dibagi dalam beberapa periode. Periode ini bisa dibuat sesuai dengan kebutuhan, misalnya tiga (3) bulan sekali. Periode ini sifatnya fleksibel sehingga apabila memungkinkan adanya perubahan terhadap pelaksanaan program pembelajaran individual, maka guru dapat melakukan perubahan sehingga dapat membantu peserta didik berkebutuhan khusus walaupun periode tersebut belum berakhir. Untuk mengetahui apakah pelaksanaan PPI telah berhasil atau belum, maka perlu diadakan evaluasi. Format PPI disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi sekolah masing-masing, namun ada komponen baku yang harus ada dalam suatu PPI yaitu : informasi data siswa dan tingkat kemampuan siswa. Sebelum PPI disusun oleh guru dan tim, maka diperlukan informasi yang holistik mengenai perkembangan peserta didik, terutama pada awal lima (5) tahun pertama kehidupannya. Informasi ini diperoleh melalui proses identifikasi awal dan asesmen, kemudian dianalisis dalam suatu data tertulis. Berdasarkan hasil tersebut maka dapat menyusun suatu profil peserta didik. Profil peserta didik itu berisi tentang biodata peserta didik. D. Komponen PPI Sebagaimana telah di singung di muka bahwa PPI tidak memiliki format yang sangat baku. Artinya setiap tim Pendidikan Khusus dapat memilih format yang disukai. Setidaknya ada 2 hal penting yang harus ada dalam PPI yaitu: (1) informasi tentang anak dan kemampuannya serta (2) program yang akan dilaksanakan. Salah satu format yang dapat digunakan adalah format PPI yang komponen-komonennya seperti berikut ini: 1. Informasi tentang anak. Informasi tentang anak biasanya diperoleh dari hasil identifikasi dan asesmen. Identifikasi merupakan kegiatan menemukenali peserta didik secara umum, kasar, grobal dan tidak menditail. Sedangkan asesmen merupakan proses identifikasi untuk mengenali karakteristik peserta didik secara lebih mendalam. Identifikasi dan asesmen ini perlu dilakukan untuk menentukan penyelenggaraan yang tepat dan sesuai dengan karakteristik peserta didik. Cara melakukan asesmen pada peserta didik dapat dengan observasi, checklist, tes, dsb. Aspek yang diasesmen menyangkut berbagai hal bidang akademik maupun non akademik. Seperti (a) pengetahuan umum, (b) kemampuan akademik, (c) bina komunikasi dan interaksi sosial, (d) Masalah-masalah yang dihadapi peserta didik, (e) perilaku peserta didik, (f) kemampuan bina diri, dan kemampuan senso-motorik, dsb. Informasi tentang anak ini dapat dimasukan dalam biodata dan gambaran perkembangan anak. Misalnya: Biodata peserta didik, mencakup a. Nama b. Tempat/tanggal lahir : c. Nama orangtua : d. Alamat : e. Telepon : f. Wali yang bisa dihubungi dalam keadaan darurat.: Gambaran perkembangan peserta didik a. Sejarah semasa dalam kandungan b. Sejarah kelahiran c. Sejarah kesehatan (misalnya: imunisasi, alergi, gangguan pencernaan, pernapasan, atau adanya gangguan kesehatan lain) d. Sejarah mengenai tugas-tugas yang sesuai dengan tugas perkembangan siswa dari 0 sampai 4 tahun (misalnya keterangan mengenai proses motorik kasar, apakah anak merangkak sebelum berjalan). Contoh lain, proses feeding, apakah anak mengisap sebelum dapat mengunyah. e. Perkembangan siswa di usia 5 tahun, gambaran perkembangannya selama di Taman Kanak-kanak (misalnya rapor TK) f. Hasil asesmen dan identifikasi yang dilakukan oleh profesi ahli, misalnya psikolog, dokter anak, psikiater. g. Informasi tambahan dari orang tua. 2. Program yang akan dilaksanakan Berdasarkan tingkat kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik, maka perlu menetapkan program tertentu seperti yang diuraikan berikut ini a. Penetapan Prioritas Program Dari informasi yang digambarkan pada komponen tingkat kemampuan peserta didik ditetapkan program-program yang diprioritaskan, dan tahapannya. Juga banyaknya program yang dijadikan target maupun aspek-aspek yang ditentukan disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Aspek dalam PPI mencakup aspek akademis dan non-akademis. Aspek akademis mengacu pada kurikulum tingkat satuan pendidikan SD, SMP, SMA. Sedangkan aspek non-akademis merupakan kemampuan yang mencakup kemampuan emosi, sosialisasi, perilaku, komunikasi, dan pembinaan diri. Kedua area pembelajaran tersebut dipilih sesuai dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan peserta didik. b. Unsur Pelaksana Penunjukan pihak yang terlibat langsung dalam pembuatan PPI, seperti guru kelas, guru bidang studi, guru pembimbing khusus, guru pendamping, orangtua, psikolog, terapis, dan pihak ahli lain yang terlibat c. Periode Mencantumkan waktu pelaksanaan PPI dalam suatu tahun ajaran minimal dilakukan setiap tiga bulan atau disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus, dan kebijakan sekolah yang bersangkutan d. Tujuan Umum Membantu peserta didik untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan yang diperlukan, melaluin program tertentu sehingga peserta didik dapat berhasil dengan baik, dan dapat mempertahankan hasil yang dicapainya. e. Sasaran Belajar Merupakan kemampuan tertentu yang harus diharapkan diicapai oleh peserta didik f. Aktivitas pembelajaran Merupakan cara-cara yang digunakan sebagai acuan dalam melaksanakan program g. Tanggal selesai Merupakan tanggal berakhirnya program yang telah dijalankan sesuai dengan perencanaan. h. Evaluasi Berbagai macam pelaksanaan evaluasi dapat berbentuk, secara tertulis, secara lisan, ataupun menilai secara praktek. Evaluasi dilakukan untuk mengukur kemampuan peserta didik terhadap proses hasil pembelajaran. E. Contoh model PPI Bagian ini memaparkan contoh model profil peserta didik dan program pembelajaran individual (PPI) untuk anak berkebutuhan khusus:(Contoh 1 dan 2.). : Contoh 1 : Model Profil Peserta Didik PROFIL PESERTA DIDIK 1. Data Peserta Didik a. Nama : b. Jenis Kelamin : c. Tempat lahir : d. Tanggal lahir : e. Diagnosa : 2. Data Orangtua a. Nama Bapak : b. Nama Ibu : c. Alamat : d. Telepon : 3. Wali yang bisa dihubungi dalam keadaan darurat: a. Nama : b. Status : c. Alamat : d. Telepon : 4. Contoh Perkembangan Siswa a. Sejarah semasa dalam kandungan Pada tri-mester pertama perkembangan janin baik-baik saja, tidak ada kendala yang berarti seperti muntah-muntah atau mual yang berlebihan. Kesibukan Ibu yang cukup menyita waktu membuatnya tidak terlalu memperhatikan gejala-gejala yang dianggap mengganggu. Pada bulan ke-2 dan bulan ke-7 sempat mengalami keluar darah dalam bentuk flek, tapi bisa diantisipasi dengan obat karena langsung berkonsultasi dengan dokter. b. Sejarah kelahiran Lahir pada jam 3 dini hari setelah mengalami kontraksi selama 17 jam. Proses kelahiran normal dengan induksi karena tidak mengalami kemajuan pembukaan. Setelah itu proses persalinan berjalan lancar, bayi lahir dengan berat 2,8 kg dan panjang badan 45 cm. c. Sejarah kesehatan · Anak harus dirawat di rumah sakit ketika Anak berumur 5 hari karena ada gejala kulit berwana kuning. Kulit kuning ini merupakan indikasi fungsi hati yang belum berkembang optimal. Hal ini ditandai dengan hasil pemeriksaan laboratorium dengan kadar bilirubin mencapai 13, batas normal adalah dibawah 10. · Anak mengkonsumsi Air Susu Ibu (ASI) sampai usia 2 bulan. Setelah mencoba beberapa macam susu formula diketahui ternyata Anak alergi terhadap susu biasa. Hal itu terlihat dari munculnya bercak-bercak merah di seluruh badan. Anak harus mengkonsumsi susu khusus dengan dengan peptida rantai pendek selama 7 bulan. Setelah itu mulai sedikit demi sedikit diganti dengan susu hypo-allergenic yang merupakan susu untuk anak yang mengalami alergi sampai usia 1 tahun. Secara bertahap diganti juga dengan susu biasa. · Karena adanya masalah kesehatan, imunisasi yang dijalani terhambat. Anak mendapat seluruh imunisasi yang diwajibkan dan yang disarankan. Walaupun pelaksanaannya terlambat 2-3 bulan. d. Sejarah mengenai tugas-tugas yang sesuai dengan tugas perkembangan siswa dari 0 sampai 4 tahun. · Anak tumbuh dengan berat badan normal. Mulai berguling umur 4 bulan. Duduk di usia 8 bulan. Langsung berjalan pada usia 9 bulan sehingga tidak melalui proses merangkak. Usia 1 tahun sudah bisa berjalan walaupun jinjit dan kurang seimbang. Dapat lompat-lompat dengan 2 kaki di usia 1.5 tahun. Sampai saat ini belum dapat melompat 1 kaki secara berganti-gantian. · Perkembangan menyusui, ketika baru lahir di rumah sakit, Anak minum susu formula menggunakan sendok, tidak dengan dot bayi. Anak mulai belajar menyusu pada ibu sejak usia 2 hari. Untuk pelatihan minum menggunakan dot, sempat mencoba 3 merek dot yang berbeda-beda sampai akhirnya menemukan dot yang bisa digunakan untuk menyusu. Kekuatan otot mulut Anak cenderung lemah, hisapannya tidak kuat sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk menghabiskan susu. Anak juga sering mengeluarkan air liur sampai usia 1 tahun. Otot mulut Anak masih lemah sampai sekarang. Hal ini terlihat dari waktu makan yang lama. · Perkembangan bicara: Anak belum bisa bicara sampai usia 3 tahun. Awalnya di usia 2 tahun mulai bisa mengeluarkan 1 suku kata untuk tujuan-tujuan tertentu, namun artikulasinya tidak jelas. Anak menjalani Speech Therapy jampai usia 5 tahun. Kemajuannya setelah menjalani Speech Therapy sekarang ini Anak bisa berbicara dengan lancar walaupun bunyi r dan s kurang jelas. · Anak tidak suka berada di dekat orang lain, ia lebih suka menyendiri. Anak cenderung rewel apabila di lingkungan yang tidak ia sukai. Perilaku Anak yang sering muncul apabila merasa tidak nyaman adalah berteriak sambil menutup telinga dan berputar-putar keliling ruangan. e. Perkembangan siswa di usia 5 tahun Anak masuk TK usia 5 tahun. Setiap hari sekolah Ibu Anak harus mendampingi di luar kelas karena apabila sewaktu-waktu ada laporan dari guru, Ibu Anak merasa berkewajiban untuk membantu. Sesekali ibu Anak menemani Anak di dalam kelas apabila Anak memunculkan perilaku yang membuat keadaan kelas tidak kondusif. Hasil asesmen dan identifikasi yang dilakukan oleh profesi ahli, misalnya psikolog, dokter anak, psikiater. · Pada usia 3.5 tahun Anak melalui proses asesmen psikologis, yang meliputi observasi dan tes intelegensi, psikolog menyatakan bahwa Anak mengalami Autisme. Anak juga menjalani tes EEG oleh neurolog anak dan tes alergi makanan · Sejak itu Anak menjalani diet Casseien Free Gluten Free (CFGF), Sensory Integration Therapy dan Behavior Therapy. f.Informasi tambahan dari orang tua. Orangtua merasa Anak memerlukan latihan di bidang kegiatan hidup sehari-hari, pelajaran-pelajaran akademis bisa diberikan kepada Anak sepanjang Anak bisa mengikuti. Apabila Anak kesulitan untuk mengikuti pelajaran akademis, sebaiknya materi ajaran dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan si A. Contoh 2. Format Program Pembelajaran Individual (1) PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL Nama : Kelas : Tahun Ajaran : Diagnosa : Periode : 1. Unsur Pelaksana No Nama Pelaksana Jabatan Tanda Tangan 1. Guru 2. Guru Siswa Kebutuhan Khusus 2. Tingkat Kemampuan 1. Akademik : 2. Non-Akademik : 3. Prioritas Program: ..................................................................................................................................... 4. Tujuan Umum : ............................................................................................................................................. .......................................................................................................................................................................................................................................................................................... 5. Sasaran Belajar : ..................................................................................................... 6. Aktivitas Pembelajaran: .................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................... 7. Tanggal Selesai : ..................................................................................................... 8. Evaluasi : .................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................................... Contoh Format Program Pembelajaran Individual (2) PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL Nama : Kelas : Tahun Ajaran : Diagnosa : Periode : 1. Deskripsi tingkat kemampuan peserta didik sekarang 2. Tujuan jangka panjang (umum) dan tujuan jangka pendek (khusus) a. Tujuan jangka panjang: b. Tujuan jangka pendek: 3. Rincian layanan pendidikan khusus dan layanan lain yang terkait, termasuk seberapa besar peserta didik dapat berpartisipasi di kelas regular. 4. Pengaturan pemberian layanan 5. Waktu pelaksanaan dan kriteria evaluasi. DAFTAR PUSTAKA Amin, M., 1995. Ortopedagogik Tunagrahita. Jakarta: Dpdikbud, Dirjen Dikti, Proyek Pendidikan Guru. Abdul Salim Choiri. 2008. Modifikasi Kurikulum di Sekolah Inklusif Berbasis Kebutuhan Peserta Didik. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Dikti. Surakarta: PLB FKIP UNS. Direktorat Pendidikan Luar Biasa. 2003. Mengenal Pendidikan Terpadu/Inklusi. Jakarta: Ditjen Dikdasmen. Direktorat Pendidikan Luar Biasa. 2003. Pengembangan kurikulum dalam Pendidikan Terpadu/Inklui. Jakarta: Ditjen Dikdasmen. Heward and Orlansky, 1986. Exceptional Children. Colombus: Merril Publishing Company Edisi kedua. Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa PP.No.72/1991 tentang Pendidikan Luar Biasa Rochyadi & Alimin, 2005. Pengembangan Program Pembelajaran Individual Bagi Anak Tunagrahita. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Direktorat P2TK dan KPT. Sunardi,. 1998. Kecenderungan dalam Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Dikti Sunardi. 2003. Impelementasi Pendidikan Inklusif di Indonesia. Makalah Undang-Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Jakarta: Sekre tariat Negara UU No.20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. salimchoiri di 11.56 › Beranda Lihat versi web Mengenai Saya salimchoiri Lihat profil lengkapku Diberdayakan oleh Blogger.

Agresif dan posesif

A Perfect Day selalu ada makna di balik sebuah realita Kamis, 26 Maret 2009 Apa sih arti kata AGRESIF & POSESIVE ?? Setelah aku search di google engine, akhirny aku mendapatkan arti dari kata agresif & posesive.. 1. Agresif dan akibatnya.. ===> Kata agresif digunakan untuk menunjukkan perilaku sebagai: mempertahankan hak sendiri dengan cara yang dapat mengorbankan hak orang lain; mengabaikan kebutuhan, keinginan, pendapat, perasaan atau keyakinan orang lain; mengekspresikan kebutuhan, keinginan dan pendapat sendiri dengan cara yang kurang pantas. Perilaku agresif terjadi karena orang mempunyai keyakinan bahwa kebutuhan, keinginan, dan pendapat kita lebih penting daripada kebutuhan, keinginan, dan pendapat orang lain. Anda mempunyai sederet hak, orang lain tidak. Anda punya sesuatu yang bisa diberikan kepada pihak lain, orang lain tidak punya apa-apa yang bisa diberikan. Dra Yuniari Susilowati, MM, staf Profesional Lembaga Manajemen PPM mengungkap bahwa agresif bisa berdampak pada berbagai hal. Akibat-akibat tersebut adalah: * Akibat terhadap hasil kerja Contoh berikut bisa Anda perhatikan: "Wah, tidak bisa, Pak. Jadwal saya sudah padat. Bapak cari orang lain saja deh!" Ada dua akibat yang mungkin muncul terhadap reaksi agresif seperti itu. Yang pertama, atasan mengakhiri diskusi dengan mengalah tidak memberikan pekerjaan tersebut pada kita, dan itu berarti kebutuhannya tidak terpenuhi. Atau sebaliknya, ia marah atas jawaban kita dan balik menyerang: "Oh tidak bisa itu! Ini pekerjaanmu dan saya tidak mau tahu. Pokoknya akhir minggu ini sudah harus selesai!" Reaksi atasan tersebut tentu saja sama artinya dengan memaksa kita mengerjakan pekerjaan tersebut, dan itu berarti kebutuhan kita tidak terpenuhi! Sebagai akibatnya kalaupun pekerjaan tersebut kemudian dilaksanakan, hasilnya tidak maksimal karena ada unsur keterpaksaan pada saat mengerjakannya. * Akibat terhadap diri sendiri: Akibat jangka pendek Setelah mencetuskan perasaan, pendapat atau keinginan dengan cara agresif, seseorang biasanya akan merasa lega dan puas. Perasaan lega dan puas akan mendorongnya untuk melakukan perilaku agresif di lain waktu. Apalagi jika secara kebetulan ada seseorang yang memuji perilaku agresif tersebut karena kagum terhadap keberanian menolak tugas, maka pujian tersebut dalam jangka pendek akan semakin mengukuhkan perilaku agresif kita. * Akibat terhadap diri sendiri: Akibat jangka panjang Selain puas dan lega, pelaku agresif bisa merasa malu (atas kekasarannya) atau merasa bersalah. Untuk menutupi rasa malu atau bersalah tersebut, untuk sementara pelaku agresif mungkin meminta maaf dan berbaik-baik pada orang yang menerima perilaku agresif tadi. Tapi hal ini hanya berlangsung selama beberapa saat saja. Yang lebih sering terjadi adalah: seseorang yang berperilaku agresif mulai menyalahkan orang lain, misalnya dalam contoh di atas, pelaku agresif malah menggerutu dan menuding atasan yang menyebabkannya terpaksa bereaksi agresif. "Habis dia keterlaluan sih. Sudah tahu kita sedang sibuk." Setiap selesai melakukan perilaku agresif kita akan tegang dan siap melancarkan serangan agresif berikutnya setiap kali ada seseorang yang (sengaja atau tidak) berinteraksi dengan kita. Hal ini menimbulkan rasa lelah. Lama kelamaan kita mulai menyalahkan orang lain di luar yang terlibat dalam proses agresivitas kita, menyalahkan sistem, menyalahkan lingkungan dan pada akhirnya menyalahkan segala sesuatu. Dalam jangka panjang, kita bisa diisolasikan oleh teman karena kita penuh dengan rasa curiga, kemungkinan kehilangan prospek berkarir yang baik di perusahaan karena tidak disukai banyak orang dan bukan tidak mungkin terkena darah tinggi karena terus-menerus tegang! * Akibat terhadap orang lain Untuk sesaat orang mungkin mengagumi reaksi agresif yang Anda lontarkan. Anda dianggap berani dan terbuka menyatakan hak. Pujian datang dari banyak orang (termasuk dari orang yang menerima perilaku agresif itu sendiri). Tetapi penerima perilaku agresif lebih sering merasa marah, terluka, tersinggung atau terhina, dan ini menyebabkan mereka ingin membalas dendam: secara terbuka maupun diam-diam. Balas dendam secara terbuka diwujudkan dengan membalas bereaksi agresif. Sehingga agresivitas melahirkan agresivitas. Sedangkan balas dendam diam-diam diwujudkan dalam bentuk: orang mulai menyembunyikan informasi penting, menceritakan kejelekan-kejelekan kita di belakang punggung, bicara ya di depan kita tetapi melakukan hal lain di belakang, atau menghasut orang-orang agar tidak mendukung atau mengerjakan ide kita. Pada dasarnya kita juga yang dirugikan. * Akibat terhadap organisasi Jika kebiasaan agresif berkembang dalam organisasi maka iklim dalam organisasi tersebut menjadi tidak sehat. Sebagai contoh, seorang Junior Manager yang mendapatkan perilaku agresif terus menerus dari atasannya mungkin akan membalas berperilaku agresif terhadap bawahannya. Jika kebiasaan ini diteruskan maka bisa dibayangkan iklim dalam organisasi tersebut akan menjadi sangat tidak menyenangkan untuk bekerja. Hal ini akan berpengaruh terhadap prestasi kerja karyawan secara keseluruhan. Nah, Anda sudah kenal akibatnya, makanya pikir dulu sebelum bertindak. Semoga bermanfaat bagi Anda! (GCM/Satuwanita) 2. Posesive ===> Posesive berasal dari kata Poses berarti menguasai miliknya sebagai satu-satunya kepunyaan, tidak ada orang lain atau hal apapun selain dirinya sendiri yang bisa menguasai miliknya tersebut. Orang yang posesif adalah orang yang haus. Istilah posesif itu sendiri berasal dari kata kerja, "to possess", yang berarti memiliki. Jadi, orang yang posesif adalah orang yang "memiliki" atau lebih tepat lagi, menguasai orang lain. Jika kita adalah orang yang posesif, kita akan menuntut pasangan kita untuk selalu memberitahukan keberadaannya. Kita akan mengharuskannya meminta izin terlebih dahulu sebelum ia memotong rambutnya dan sudah tentu, kita akan marah bila model rambutnya ternyata berlainan dengan model yang kita setujui. Kita mewajibkannya untuk tunduk dan memberi pengakuan bahwa kita adalah orang yang paling penting dalam hidupnya. Kita haus akan pengabdiannya dan segala sesuatu yang ia berikan kepada kita. hmmm, udah cukup bisa dipahami sih arti dari kedua kata itu bwt diri aku pribadi.. kamu gmn.?? ucy hadly time 12.50 AM Tidak ada komentar: Poskan Komentar ‹ › Beranda Lihat versi web About Me ucy hadly Just an ordinary person, who never been perfect and always try to be better. If u ask me and I dont know the answer, i'll answer dont know, but i will find out the answer. Having much desire to make everythings more than better, and to make them proud of me. Be more appreciate what already I have. ** Just want to hearing they say : WE PROUD OF YOU** Lihat profil lengkapku Diberdayakan oleh Blogger.

Organisasi

Menu Assalamualaikum Selalu berfikir positif dalam kehiduan ini Organisasi Kurikulum Pengertian Organisasi Kurikulum Organisasi kurikulum, yaitu pola atau bentuk bahan pelajaran disusun dan disampaikan kepada murid-murid, merupakan suatu dasar yang penting sekali dalam pembinaan kurikulumdan bertalian erat dengan tujuan program pendidikan yang hendak dicapai, karena bentuk kurikulum turut menentukan bahan pelajaran, urutannya dan cara menyajikannya kepada murid-murid. Organisasi kurikulum adalah struktur program kurikulum yang berupa kerangka umum program-pengajaran-pengajaran yang akan disampaikan kepada peserta didik (Nurgiantoro, 1988: 111). Faktor-Faktor pada Organisasi Kurikulum Dalam penyusunan organisasi kurikulum ada sejumlah faktor yang harus diperhatikan, yakni : 1. Ruang lingkup (Scope) Merupakan keseluruhan materi pelajaran dan pengalaman yang harus dipelajari siswa. Ruang lingkup bahan pelajaran sangat tergantung pada tujuan pendidikan yang hendak dicapai. 2. Urutan bahan (Sequence) Berhubungan dengan urutan penyusunan bahan pelajaran yang akan disampaikan kepada siswa agar proses belajar dapat berjalan dengan lancar. Urutan bahan meliputi dua hal yaitu urutan isi bahan pelajaran dan urutan pengalaman belajar yang memerlukan pengetahuan tentang perkembangan anak dalam menghadapi pelajaran tertentu. 3. Kontinuitas Berhubungan dengan kesinambungan bahan pelajaran tiap mata pelajaran, pada tiap jenjang sekolah dan materi pelajaran yang terdapat dalam mata pelajaran yang bersangkutan. Kontinuitas ini dapat bersifat kuantitatif dan kualitatif . 4. Keseimbangan Adalah faktor yang berhubungan dengan bagaimana semua mata pelajaran itu mendapat perhatia yang layak dalam komposisi kurikulum yang akan diprogramkan pada siswa. Keseimbangan dalam kurikulum dapat ditinjau dari dua segi yakni keseimbangan isi atau apa yang dipelajari, dan keseimbangan cara atau proses belajar. 5. Integrasi atau keterpaduan Yang berhubungan dengan bagaimana pengetahuan dan pengalaman yang diterima siswa mampu memberi bekal dalam menjawab tantangan hidupnya, setelah siswa menyelesaikan program pendidikan disekolah. Jenis-jenis Organisasi Kurikulum Menurut S. Nasution (1989: 80) organisasi kurikulum terdapat tiga tipe atau bentuk kurikulum, yaitu : 1. Separated Subject Curriculum (Kurikulum Berdasarkan Mata Pelajaran) Kurikulum ini disebut demikian karena segala bahan pelajarn disajikan dalamsubject atau mata pelajaran yang terpisah-pisah. Sehingga banyak jenis mata pelajaran menjadi sempit ruang lingkupnya. Jumlah mata pelajaran yang diberikan cukup bervariasi bergantung pada tingkat dan jenis sekolah yang bersangkutan. Dalam praktek penyampaian pengajarannya, tanggung jawab terletak pada masing-masing guru atau pendidik yang menangani suatu mata pelajaran yang dipegangnya. Kurikulum yang disusun dalam bentuk terpisah ini lebih bersifat subject centered, berpusat ada bahan pelajaran daripada child centered yang berpusat pada minat dan kebutuhan anak. Dari segi ini jelas kurikulum bentuk terpisah sangat menekankan pembentukan intelektual dan kurang mengutamakan pembentukan kepribadian anak secara keseluruhan. Kurikulum ini sejak lama diterapkan pada sekolah-sekolah kita, sampai dengan munculnya kurikulum tahun 1968 dan kurikulum tahun 1975. Kurikulum ini mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : a. Terdiri atas sejumlah mata pelajaran yang terpisah satu sama lain, dan masing-masing berdiri sendiri b. Tiap mata pelajaran seolah-olah tersimpan dalam kotak tersendiridan diberikan dalam waktu tertentu c. Hanya bertujuan pada penguasaan sejumlah ilmu pengetahuan dan mengabaikan perkembangan aspek tingkah laku lainnya d. Tidak didasarkan pada kebutuhan, minat, dan masalah yang dihadapai para siswa e. Bentuk kurikulum yang tidak mempertimbangkan kebutuhan, masalah, dan tututan dalam masyarakat yang senantiasa berubah dan berkembang f. Pendekatan metodologi mengajar yang digunakan adalah sistem penuangan (imposisi) dan menciptakan perbedaan individual di kalangan para siswa g. Guu berperan aktif, dengan pelaksaan sistem guru mata pelajaran dan mengabaikan unsur belajar aktif di kalangan para siswa h. Para siswa sama sekali tidak dilibatkan dalam perencanaan kurikulum secara kooperatif Ada beberapa keuntungan yang diperoleh dari kurikulum ini, antara lain: a. Penyajian bahan pelajaran dapat disusun secara logis dan sistematis b. Organisasi kurikulum bentuk ini sangat sederhana dan tidak terlalu sulit untuk direncanakan, serta mudah dilaksanakan c. Mudah dievaluasi dan dites d. Dapat digunakan dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi e. Pendidik atau guru sebagai pelaksana kurikulum dalam mempergunakannya lebih mudah f. Tidak sulit untuk diadakan perubahan-perubahan g. Lebih tersusun secara sistematis. Di samping adanya keuntungan kurikulum bentuk tersebut, ada juga beberapa kelemahan dari bentuk separated subject curriculum, sebagai berikut: a. Bentuk mata pelajaran yang terpisah dengan lainnya tidak relevan dengan kenyataan dan tidak mendidik anak dalam menghadapi stuasi kehidupan mereka b. Tidak memperhatikan masalah sosial kemasyarakatan yang dihadapi peserta didik secara faktual dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini disebabkan hanya berpedoman pada apa yang tertera dalam buku atau teks c. Kurang memperhatikan faktor-faktor kejiwaan peserta didik d. Tujuan kurikulum ini sangat terbatas dan kurang memperhatikan pertumbuhan jasmani, perkembangan emosional dan sosial peserta didik serta hanya memusatkan pada perkembangan intelektual e. Kurikulum semacam ini kurang mengembangkan kemampuan berfikir, karena mengutamakan penguasaan dan pengetahuan dengan cara hafalan f. Separated curriculum ini cenderung menjadi statis dan tidak bersifat inovatif. 2. Correlated Curriculum (Kurikulum Gabungan) Correlated curriculum adalah bentuk kurikulum yang menunjukkan adanya suatu hubungan antara satu mata pelajaran dengan mata pelajaran lainnya, Tetapi tetap memperhatikan karakteristik tiap mata pelajaran tersebut. Hubungan antar mata pelajaran dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: Pertama, insidental artinya secara kebetulan ada hubungan antar mata pelajaran yang satu dengan mata pelajaran lainnya. Misalnya mata pelajaran IPA disinggung tentang mata pelajaran geografi dan sebagainya. Kedua, menghubungkan secara lebih erat jika terdapat suatu pokok bahasan yang dibicarakan dalam berbagai mata pelajaran. Misalnya masalah moral dan etika dibicarakan dalam mata pelajaran agama. Ketiga, batas mata pelajaran disatukan dan difungsikan dengan menghilangkan batasan masing-masing mata pelajaran. Penggabungan antara beberapa mata peajaran menjadi satu disebut sebagai broad field. Misalnya mata pelajaran bahasa merupakan peleburan dari mata pelajaran membaca, tata bahasa, menulis, mengarang,menyimak dan pengetahuan bahasa. Ciri-ciri kurikulum ini di antaranya adalah sebagai berikut : a. Berbagai mata pelajaran di korelasikan satu dengan yang lainnya b. Sudah dimulai dengan adanya usaha untuk merelevansikan pelajaran dengan permasalaham kehidupan sehari-hari, kendatipun tujuannya masih penguasaan pengetahuan c. Sudah mulai mengusahakan penyesuaian pelajaran dengan minat dan kemapuan para siswa, meski pelayanan terhadap perbedaan individual masih sangat terbatas d. Metode penyampaian menggunakan metode korelasi, meski masih banyak yang menghadapi kesulitan e. Meski guru masih memegang peran penting, namun aktivitas siswa sudah mulai dikembangkan Organisasi kurikulum yang disusun dalam bentuk correlated mempunyai beberapa keunggulan dan kelemahan. Beberapa keunggulan yang dimaksud antara lain: 1. Menunjukkan adanya integrasi pengetahuan kepada peserta didik, yang mana dalam pelajaran disoroti dari berbagai bidang dan disiplin ilmu 2. Dapat menambah interes dan minat peserta didik terhadap adanya hubungan antara berbagai mata pelajaran 3. Pengetahuan dan pemahaman peserta didik akan lebih mudah dalam dengan penguraian dan penjelasan dari berbagai mata pelajaran 4. Adanya kemungkinan untuk menggunakan ilmu pengetahuan lebih fungsional 5. Lebih mengutamakan pada pemahaman dari prinsip-prinsip daripada pengetahuan (knowledge) dan penguasaan fakta-fakta. Selain correlated curriculum mempunyai kelemahan, antara lain: 1. Bahan yang disajikan tidak berhubungan secara langsung dengan kebutuhan dan minat peserta didik 2. Pengetahuan yang diberikan tidak mendalam dan kurang sistematis pada berbagai mata pelajaran 3. Urutan penyusunan dan penyajian bahan tidak secara logis dan sistematis 4. Kebanyakan di antara para pendidik atau guru kurang menguasai antar disiplin ilmu, sehingga mengaburkan pemahaman peserta didik atau siswa. Untuk mengurangi kelemahan dengan adanya keterpisahan diantara berbagai mata pelajaran tersebut, diusahakanlah agar mata pelajaran tersebut disusun dalam pola korelasi. Ada tiga jenis korelasi yang sifatnya bergantung dari jenis mata pelajaran : 1. Korelasi faktual, misalnya sejarah dan kesusastraan. Fakta-fakta sejarah disajikan melalui penulisan karangan sehingga menambah kemungkinan menikmati bacaannya oleh siswa. 2. Korelasi deskriptif, korelasi ini dapat dilihat pada penggunaan generalisasi yang berlaku untuk dua atau lebih mata pelajaran. Misal psikologi dapat berkorelasi dengan sejarah atau Ilmu Pengetahuan Sosial dengan menggunakan prinsip-prinsip yang ada dalam psikologi untuk menerangkan kejadian-kejadian sosial. 3. Korelasi normatif, hampir sama denagan korelasi deskriptif, perbedaannya terletak pada prinsipnya yang bersifat moral sosial. Sejarah dan kesusastraan dapat dikorelasikan berdasarkan prinsip-prinsip moral sosial dan etika. 3. Integrated Curriculum (Kurikulum Terpadu) Dalam integrated curriculum mata pelajaran dipusatkan pada suatu masalah atau unit tertentu. Dengan adanya kebulatan bahan pelajaran diharapkan dapat terbentuk kebulatan pribadi peserta didik yang sesuai dengan lingkungan masyarakatnya. Oleh karena itu, hal-hal yang diajarkan di sekolah harus disesuaikan dengan situasi, masalah dan kebutuhan kehidupan di luar sekolah. Ciri-ciri umum dari kurikulum studi adalah sebagai berikut : a. Kurikulum terdiri atas suatu bidang pengajaran, yang di dalamnya terpadu sejumlah mata pelajaran sejenis dan memiliki ciri-ciri yang sama b. Pelajaran bertitik tolak dari core subject, yang kemudian diuraikan menjadi sejumlah pokok bahasan c. Berdasarkan tujuan kurikuler dan tujuan instruktusional yang telah digariskan d. Sistem penyampaian bersifat terpadu e. Guru berperan selaku guru bidang studi f. Minat, masalah, serta kebutuhan siwa dan masyarakat dipertimbangkan sebagai dasr penyusunan kurikulum, walaupun masih dalam batas-batas tertentu g. Dikenalkan berbagai jenis bidang studi Adapun dalam bentuk kurikulum terpadu ini terbagi lagi, meliputi : 1. Kurikulum inti (core curriculum) Kurikulum ini bertujuan untuk mengembangkan integrasi, melayani kebutuhan siswa dan meningkatkan keaktifan belajar dan hubungan antara kehidupan dan belajar. Ciri yang membedakan kurikulum inti, yaitu : a. Kurikulum inti menekankan kepada nilai-nilai sosial, unsur universalitas dalam suatu kebudayaan memberikan stabilitas dan kesatuan pada masyarakat. b. Struktur kurikulum inti ditentukan oleh problem sosial. Karakteristik yang dapat dikaji dalam kurikulum ini adalah : a. Kurikulum ini direncanakan secara berkelanjutan (continue), selalu berkaitan dan direncanakan secara terus-menerus b. Isi kurikulum yang dikembangkan merupakan rangkaian dari pengalaman yang saling berkaitan c. Isi kurikulum selalu mengambil atas dasar masalah atau problema yang dihadapi secara actual d. Isi kurikulum cenderung mengambil atau mengangkat substansi yang bersifat pribadi maupun social e. Isi kurikulum ini difokuskan berlaku untuk semua siswa, sehingga kurikulum ini sebagai kurikulum umum, tetapi substansinya bersifat problema, pribadi, sosial dan pengalam pribadi. Manfaat kurikulum inti adalah : a. Segala sesuatu yang dipelajari dalam unit bertalian erat b. Kurikulum ini sesuai dengan pendapat-pendapat modern tentang belajar c. Kurikulum ini memungkinkan hubungan yang erat antara sekolah dengan masyarakat d. Kurikulum ini sesuai dengan paham demokrasi e. Kurikulum ini mudah disesuaikan dengan minat. 2. Kurikulum yang berlandaskan pada proses sosial dan fungsi kehidupan (social functions and persistens situations) Kurikulum social functions didasarkan atas kegiatan-kegiatan manusia dalam masyarakat, dalam social functions dapat diangkat berbagai kegiatan-kegiatan manusia yang dapat dijadikan sebagai topik pembelajaran. Sebagai modifikasi dari social functions adalah persistent life situations yng berkarakteristik yaitu situasi yang diangkat senantiasa dihadapi manusia dalam hidupnya, masal lalu, saat ini dan masa yang akan datang. Secara umum ada tiga kelompok situasi yang dihadapi manusia, yaitu : a. Situasi mengenai perkembangan individu. Misalnya kesehatan, intelektual, moral dan keindahan. b. Situasi untuk perkembangan partisipasi sosial yaitu : hubungan antar pribadi, keanggotaan kelompok dan hubungan antar kelompok. c. Situasi untuk perkembangan kemampuan menghadapi faktor-faktor ekonomi dan daya-dayalingkugan, yaitu : bersifat alamiah, sumber teknologi danstruktur dan daya-daya sosial ekonomi Kurikulum ini dikenal juga dengan sebutan life curruculum, yang bertujuan memberikan pengalaman belajar yang berarti bagi anak sesuai denganapa yang dibutuhkansehari-hari dalam kehidupan. Ide life curriculum pada dasarnya bersumber dari pandangan Herbert Spencer (1860) tentang lima kategori bentuk-bentuk kegiatan yang dapat dijadikan tujuan pendidikan, yaitu : a. Self preservation (pemeliharaan diri) b. Securing necessities of life (menggembarkan kepentingan kehidupan) c. Rearing and disciplining of a offspringl (memelihara keturunan) d. Meintenance of proper social and political relations (memelihara hubungan sosial dan politik Menurut Marshal dan Goets, diantara manfaat dari kurikulum ini adalah : a. Mengambil bahan pelajaran sekitar masalah dan proses sosial atau segi-segi kehidupan. b. Memungkinkan digunakan latar belakang pengalaman siswa yang dapat menunjang belajar, karena bahan pelajaran diorganisasi sekitar kehidupan anak. Pendekatannya semacam laboratorium kehidupan sosial. c. Data tentang kehidupan sosial setiap saat, dari berbagai tempat dan kebudayaan. d. Memungkinkan mendapat pengalaman yang luas, karena siswa mempelajari berbagai kehidupan sosisal. e. Dengan kurikulum ini dapat dimungkinkan diciptakannya proses sosial sebagaimana diinginkan (social engineering). Adapun kesulitan dalam pengembangan kurikulum ini yaitu : a. Dalam pelaksanaan, menemukan hubungan isi kurikulum dengan fungsi kehidupan yang dikehendaki hanya sedikit yang dapat dicapai. b. Menyusun kurikulum dengan skema didasarkan dari kehidupan lebih sulit dibandingkan dengan mengorganisasi bahan pelajaran berpusat pada mata pelajaran. c. Seringkali terjadi kegagalan dalam mengintegrasikan pengalaman-pengalaman belajar sesuai dengan tujuan utama dari bentuk life curriculum 3. Kurikulum yang berpusat pada kegiatan atau pengalaman (experience and activity curriculum) Kurikulum ini dikenal juga dengan sebutan activity curriculum. Mengutamakan kegiatan-kegiatan atau pengalaman-pengalaman siswa dalam rangka membentuk kemampuan yang terintegritas dengan lingkungan maupun potensi siswa. Kurikulum ini berupaya mengatasi kelemahan pada subject curriculum, yakni anak lebih banyak menerima (passive), juga bahan pelajaran merupakan hasil pengalaman masa lampau. Rasional penggunaan bentuk kurikulum ini adalah : a. Belajar dapat terjadi dengan proses mengalami. Anak dapat belajar dengan baik bila ia dihadapkan dengan masalah aktual, sehingga dapat menemukan kebutuhan reel atauminatnya. b. Belajar merupakan transaksi aktif. c. Belajar secara aktif memerlukan kegiatan yang bersifat vital, sehingga dapat berupaya mencapai tujuan dan memenuhi kebutuhan pribadinya. d. Belajar terjadi melalui proses mengatasi hambatan (masalah) sehingga mencapai pemecahan atau tujuan. e. Hanya dengan melalui penyodoran masalah memungkinkan diaktifkannya motivasi dan upaya, sehingga anak berpengalaman dengan kegiatan yang bertujuan. Penggunaan kurikulum ini dengan menggunakan metode proyek. Kill Patrick (1918) membagi proyek-proyek yang dapat dilaksanakan sebagi berikut : a. Proyek permainan seperti menari atau drama b. Proyek eksistensi seperti karya wisata ke tempat-tempat bersejarah, kebun biologi dan sejenisnya c. Proyek cerita seperti membaca cerita, mendengarkan cerita d. Proyek pekerjaan tangan seperti membuat prakarya Menurut Nasution, dalam perkembangan kurikulum ini selanjutnya pengalaman langsung dan minat spontan lebih-lebih digunakan sebagai bantuan dalam proses belajar. Bukan sebagai pokok untuk menusun unit. Minat anak lebih banyak ditentukan berdasarkan studi, pengalaman atau penelitian. 4. Prosedur Pengorganisasian Kurikulum Dalampemilihandan reorganisasi isi kurikulum diperlukan suatu prosedur atau tata kerja tertentu, yang meliputi : a. Prosedur employee. Guru memilih dan mengorganisasi isi kurikulum tersebut. Guru sangat berperan penting b. Prosedur Buku Pelajaran (the textbook procedure). Pemilihan isi kurikulum didasarkan pada materi yang terkandung dalam sejumlah buku pelajaran yang telah dipilih oleh panitia khusus. c. Prosedur survei pendapat (the survey of oppinions procedure). Pemilihan pengorganisasian atau reorganisasiisi kurikulum dengan mengadakan survei atau penelitian terhadap pendapat berbagai pihak. d. Prosedur studi kesalahan (thestudy of errors procedure). Mengadakan analisis terhadap kesalahan, kekeliruan dan kelemahan dari pengalaman yang baru. e. Prosedur mempelajari kurikulum lainnya (the study of other curriculum procedure). Mempelajari kurikulum sekolah lain untuk diterapkan dan menentukan isi kurikulum yang sesuai dengan tujuan sekolah sendiri yang ingin dicapai. Tidak harus sama, melainkan perlu adanya evaluasi dan modifikasi. f. Prosedur analisis kegiatan orang dewasa (the analysis of adult activities procedure). Mengadakan studi kegiatan yang dilakukan yang berguna untuk dipelajari oleh siswa, kemudian diidentifikasi kegiatan tersebut sehingga dapat disusun suatu program pengalaman kurikuler untuk diajarkan disekolah. Beberapa contoh analisi tersebut yaitu : · Kegiatan bahasa dan interkominikasi social · Kegiatan kesehatan · Kegiatan sebagai warga Negara · Kegiatan sosial umum · Kegiatan pemanfaatan waktu dan rekreasi · Kegiatan dalam rangka kesehatan mental · Kegiatan keagamaan · Kegiatan Sebagai orang tua · Kegiatan nonvocational g. Prosedur fungsi-fungsi sosial (the social functions procedure). Berbagai macam fungsi sosial yang ditemukan melalui survei, studi literatur atau riset, kemudian diklasifikasikan menjadi ”area of living”. Menurut Douglass, area of living meliputi citizenship, home living, leisure life, vocational efficiency, physical and mental health dan continued learning. Sedangkan menurut Stratemenyer yaitu, home, comunity, leisure time, work dan spiritual activities. h. Prosedur minat dan kebutuhan remaja (the youth interest and needs procedure). Dari prosedur sosial diatas kemudian diklasifikaskan menjadi ”persistent life problems”, adapun urutannya didasarkan pada latar belakang, kematangan, minat dan kebutuhan para siswa secara kronologis dan logis dan juga sebagai persiapan menempuh kehidupan dewasa. Jadi prosedur ini tidak bersifat individualistik, melainkan interaksi antara individu anak (remaja) dengan lingkungannya. Organisasi kurikulum ini mempunyai kelebihan, sebagai berikut: 1. Segala permasalahan yang dibicarakan dalam unit sangat bertalian erat 2. Sangat sesuai dengan perkembangan moderen tentang belajar mengajar 3. Memungkinkan adanya hubungan antara sekolah dan masyarakat 4. Sesuai dengan ide demokrasi, dimana peserta didik dirangsang untuk berpikir sendiri, bekerja sendiri dan memikul tanggung jawab bersama serta bekerja sama dalam kelompok 5. Penyajian bahan disesuaikan dengan kemampuan individu, minat dan kematangan peserta didik baik secara individu maupun secara kelompok. Adapun kelemahan dari organisasi kurikulum ini adalah : 1. Pendidik atau guru tidak dilatih melakukan kurikulum semacam ini 2. Organisasinya tidak logis dan kurang sistematis 3. Terlalu memberatkan tugas pendidik 4. Kurang memungkinkan untuk dilaksanakan ujian umum 5. Peserta didik dianggap tidak mampu ikut serta dalam menentukan kurikulum 6. Sarana dan prasarana yang kurang memadai untuk menunjang pelaksanaan kurikulum tersebut. Tentang iklan-iklan ini Share this: TwitterFacebook7 Terkait Kualitas Pendidikan MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK PERMASALAHAN REMAJA MAKALAH KELAINAN METABOLISME September 22, 2013Leave a reply « Sebelumnya Berikutnya » Berikan Balasan Alamat surel Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai * Nama * Surel * Situs web Komentar Beri tahu saya komentar baru melalui email. Pos-pos Terakhir Sabar Organisasi Kurikulum Keyboard Shortcuts Untuk Windows 8 MAKALAH KELAINAN METABOLISME MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK PERMASALAHAN REMAJA Arsip Januari 2014 September 2013 Agustus 2013 Juli 2013 April 2013 November 2012 Oktober 2012 Kategori Uncategorized Meta Mendaftar Masuk log RSS Entri RSS Komentar WordPress.com Artikel Populer Organisasi Kurikulum MAKALAH KELAINAN METABOLISME KELAINAN METABOLISME MAKALAH PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK PERMASALAHAN REMAJA Sabar Tenses View Full Site Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com.

Monitoring dan evaluasi kurikulum

Sedikit Ikhtisar dari Perjalanan Kami di UNNES ▼ Friday, 2 May 2014 MONITORING DAN EVALUASI KURIKULUM MONITORING DAN EVALUASI KURIKULUM Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian Kurikulum dan Pembelajaran Pendidikan Dasar Dosen Pengampu : Dr.SARWI.M.SI Disusun Oleh : RINDANG PRAKASIWI ( 0103513019 ) BEKTI SULISTYA RINI ( 0103513117 ) NOFI RUKDIATMO LESTARI ( 0103513123 ) PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DASAR KONSENTRASI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kurikulum merupakan inti dari bidang pendidikan dan memiliki pengaruh terhadap seluruh kegiatan pendidikan.Mengingat pentingnya kurikulum dalam pendidikan dan kehidupan manusia, maka penyusunan kurikulum tidak dapat dilakukan secara sembarangan.Penyusunan kurikulum membutuhkan landasan-landasan yang kuat, yang didasarkan pada hasil-hasil pemikiran dan penelitian yang mendalam.Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi.Kurikulum juga dirancang dari tahap perencanaan, organisasi kemudian pelaksanaan dan akhirnya monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan mengetahui bagaimana kondisi kurikulum tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Makalah ini akan membahas mengenai pengertian evaluasi kurikulum, pentingnya evaluasi kurikulum, prinsip evaluasi kurikulum dan macam-macam model evaluasi kurikulum. Terdapat banyak model yang dapat digunakan dalam mengevaluasi program pendidikan (pengembangan kurikulum). Meskipun antara satu dengan lainnya berbeda, tetapi mempunyai maksud yang sama, yaitu melakukan kegiatan pengumpulan data atau informasi yang berkenaan dengan objek yang dievaluasi, yang tujuannya menyediakan bahan bagi pengambil keputusan dalam menentukan tindak lanjut (follow up) suatu program atau pengembangan. B. Rumusan Masalah 1. Apakah yang dimaksud monitoring dan evaluasi kurikulum pendidikan dasar? 2. Bagaimana cara pelaksanaan monitoring dan evaluasi kurikulum pendidikan dasar? 3. Bagaimana peran evaluasi kurikulum pendidikan dasar? C. Tujuan 1. Untuk mengetahui monitoring dan evaluasi kurikulum pendidikan dasar. 2. Untuk mengetahui cara pelaksanaan monitoring dan evaluasi kurikulum pendidikan dasar. 3. Untuk mengetahui peran evaluasi kurikulum pendidikan dasar. BAB II PEMBAHASAN A. Monitoring Monitoring dan evaluasi tidak sama, tetapi keduanya memerlukan berbagai unsur dan alat yang sama, antara lain adanya sasaran-sasaran program yang jelas, target dan indikator, serta basis data yang mengandung data mutakhir. Sasaran (output, outcome, impact) perlu ditetapkan sejak awal (pada saat perencanaan), begitu pula dengan indikator dan sasaran utama. Monitoring dapat mempermudah kita dalam mengamati terus-menerus trend dan masalah, dan bila perlu melakukan penyesuaian dalam rencana implementasi atau proses pengelolaan secara tepat waktu. Bila dikaitkan dengan sistem monitoring yang kokoh, evaluasi tidak hanya dapat mengidentifikasi hasil-hasil program, tetapi juga dapat menyediakan informasi mengenai kapan, mengapa, dan bagaimana implementasi program meleset dari rencana semula dan kemudian menyajikan rekomendasi untuk mengatasi masalah itu monitoring dan evaluasi dapat dipakai mengidentifikasi dan mengatasi masalah. Monitoring dan evaluasi juga penting dalam upaya untuk merekam temuan, inovasi, hasil, dan praktik baik, untuk disebarluaskan serta dimanfaatkan pihak dan daerah lain dan juga sebagai dasar untuk “merayakan” keberhasilan. Selain itu, monitoring dan evaluasi merupakan wahana peran serta penerima manfaat program/kegiatan yang sangat efektif bila dilakukan dengan benar. Meski ada beberapa kesamaan dan keterkaitan antara monitoring dan evaluasi, sebaiknya secara konsepsional hal itu dipahami, dirancang, serta dilaksanakan secara terpisah.Dengan demikian, sebaiknya penggunaan istilah “monev” dihindari karena merancukan antara dua hal yang berbeda. Penggunaan istilah “monitoring (atau pemantauan)” dan “evaluasi” secara terpisah akan membantu menekankan perbedaan proses, tujuan, dan kegunaan masing- masing fungsi atau proses itu. Menurut Websterns monitoring atau pemantauan yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengecek penampilan dan aktifitas yang dikerjakan. Kegiatan monitoring terhadap pelaksanaan kurikulum pada dasarnya dimaksudkan untuk mengetahui sampai di mana kurikulum baru itu telah dilaksanakan di sekolah-sekolah dan persoalan-persoalan apa ang dirasakan di dalam melaksanakan kurikulum tersebut. Dengan kata lain, kegiatan monitoring ini sebenarnya merupakan kegiatan mengikuti jalannya pelaksanaan kurikulum di sekolah pada tahun-tahun permulaan ditetapkannya kurikulum tersebut. Sasaran di dalam kegiatan monitoring ini lebih dipusatkan pada pemantauan terhadap kelancaran proses pelaksanaan kurikulum serta sarana yang diperlukan di dalam kegiatan pelaksanaan tersebut. Segi hasil belajar murid tidak menjaadi sasaran utama di dalam kegiatan monitoring ini.Untuk mengumpulkan keterangan di dalam pelaksanaan monitoring tersebut dapat digunakan wawancara, observasi maupun angket untuk para pelaksana.Monitoring dilakukan pada tahun-tahun permulaan dilaksanakanna kurikulum baru di sekolah-sekolah, dimana kegiatan ini dilakukan oleh pihak pengembang kurikulum untuk mengambil tindakan guna memperlancar penyebaran dan pelaksanaan kurikulum di sekolah-sekolah. B. Cara Pelaksanaan Monitoring. Cara pelaksanaan pemantauan (monitoring) terhadap kurikulum dapat dilakukan melalui dua cara yaitu cara langsung dan tidak langsung. Kedua cara tersebut dilakukan dengan seperangkat kegiatan monitoring yang sama yaitu kegiatan yang berkaitan dengan mengumpulkan, mencatat, mengolah informasi dan pelaksanaan suatu proyek; kemudian dituangkan dalam suatu laporan monitoring. 1. Pemantaun Langsung Pengertian pemantauan langsung adalah pemantauan yang dilakukan dengan cara mengunjungi lokasi proyek. Dengan cara demikian petugas monitoring dapat secara bebas mengumpulkan informasi ang diperlukan.Agar pengumpulan informasi dapat berjalan secara efesien maka diperlukan strategi pengumpulan data yaitu; a. Mempersiapkan instrument pengumpulan data ; misalnya dengan menyiapkan daftar isi. b. Menggali informasi pada orang-orang penting yang memegang posisi dalam pelaksanaan kurikulum tersebut. c. Melakukan pemantauan langsung ke lapangan dan petugas monitoring dapat mencatat informasi yang diperlukan sesuai dengan kehendaknya (sesuai dengan tujuan monitoring). Dalam pelaksanaan monitoring secara langsung ini terdaapat kelebihan dan kelemahannya, kelebihan cara ini diantaranya sebagai berikut; · Didapatkan data yang sesuai dengan yang dimaksudkan. · Data yang dikumpulakan adalah data yang relative lebih akurat karena data dikumpulkan sendiri oleh petugas monitoring dan merupakan data primer. · Dengan cara langsung ini petugas bukan saja mengumpulan data tetapi juga dapat memberikan saran-saran bila tidak sesuai dengan apa yang direncanakan. Sedangkan kelemahan dari cara monitoring langsung ini antara kain dapat disebutkan ; ü Memerlukan biaya yang relative besar karena bukan saja factor jarak (tranformasi) tetapi juga untuk mengirim petugas monitoring ke lokasi. ü Memerlukan ketelitian yang lebih, sebab dengan wawancara langsung, seringkali hasilnya tidak sesuai bila petugas monitoring tidak pandai-pandai mengali data yang baikdan benar. 2. PemantauanTidak Langsung. Cara ini menghendaki petugas monitoring tidak perlu terjun langsung ke lokasi; tetapi penggalian data dilakukan dengan cara mengirim seperangkat daftar isian untuk diisi oleh orang lain di lokasi penelitian. Cara tidak langsung ini juga dapat dilakukan dengan mengumpulkan data melalui laporan-laporan yang dibuat pimpinan pemantau. Dalam pengembangan kurikulum, hal yang dimonitoring adalah pelaksanaan dan hasil pengembangan kurikulum tersebut, yang disertai dengan pelaporan kemajuan dan kendala dalam pengembangannya atau pelaksanaannya. Rencana Monitoring sebaiknya mencakup langkah-langkah sebagai berikut: Langkah 1: Tentukan kegiatan dan keluaran utama yang harus dimonitor, dalam hal ini monitoring dapat difokuskan pada hal-hal seperti metode atau bahan ajar yang telah dikembangkan, sudahkan sekolah atau guru mengembangkan metode dan bahan ajar seperti yang telah ditetapkan, apakah dalam pengembangan tersebut menghasilkan metode dan bahan ajar yang sesuai.Hal yang perlu diingat adalah jangan berusaha untuk memonitor segala aspek, yang penting memonitor apa yang telah dilakukan, keluaran apa yang dihasilkan, di mana, kapan, oleh siapa, dan untuk siapa. Kemudian, hasil monitoring itu dibandingkan dengan rencana semula, selisih antara rencana dan hasil monitoring dibuat laporannya, dan kemudian sejauh mungkin faktor-faktor penyebab perbedaan itu diidentifikasi. Tata cara penyimpanan data juga penting untuk mempermudah penyusunan laporan yang akurat dan tepat waktu. Sedapat mungkin sumber data yang telah dikumpulkan secara rutin dimanfaatkan.Ciptakan format pelaporan yang tidak terlalu rumit, dengan sebagian hasilnya disajikan secara visual/grafik. Langkah 2: Tentukan pihak mana yang akan melakukan monitoring dan kapan dilakukan. Sebaiknya pihak yang melakukan monitoring yang dimaksud di sini bukan pihak pengelola program langsung, untuk menjaga independensi. Dengan menganut asas partisipatif, wakil-wakil penerima manfaat program/kegiatan sedapat mungkin bersama-sama melakukan monitoring. Mengenai frekuensi, hal ini sebaiknya dilakukan paling tidak setiap enam bulan sekali untuk sebuah program jangka menengah atau jangka panjang. Langkah 3: Tentukan siapa saja yang akan menerima laporan hasil monitoring. Sebaiknya laporan hasil monitoring disebarkan tidak hanya pada pihak-pihak pemerintah (eksekutif dan legislatif), tetapi juga pada pihak pelaksana (misalnya: dinas pendidikan, depag, sekolah, guru), instansi pemerintah pusat serta wakil-wakil kelompok penerima manfaat untuk meminta umpan balik. Buatlah pertemuan berkala untuk meninjau kembali tingkat kemajuan serta memutuskan apakah rencana implementasi perlu disesuaikan. C. Evaluasi dan Kurikulum Chelimsky 1989 mendefinisikan evaluasi adalah suatu metode penelitian yang sistematis untuk menilai rancangan, implementasi dan efektifitas suatu program.Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Pasal 1 Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Dari pengertian evaluasi dan kurikulum di atas maka dapatdisimpulkan bahwa pengertian evaluasi kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang manfaat, kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari kurikulum yang diterapkan. Atau evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliable untuk membuat keputusan tentang kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan. Evaluasi kurikulum memegang peranan penting baik dalam penentuan kebijaksanaan pendidikan maupun pada pengambilan keputusan dalam kurikulum.Hasil-hasil evaluasi kurikulum dapat digunakan oleh para pemegang kebijaksanaan pendidikan dan para pengembang kurikulum dalam memilih dan menetapkan kebijaksanaan pengembangan sistem pendidikan dan pengembangan model kurikulum yang digunakan.Komponen kurikulum yang dievaluasi juga sangat luas. Program evaluasi kurikulum bukan hanya mengevaluasi hasil belajar siswa dan proses pembelajarannya, tetapi juga desain dan implementasi kurikulum, kemampuan dan unjuk kerja guru, kemampuan dan kemajuan siswa, sarana, fasilitas, dan sumber-sumber belajar, dan lain-lain. D. Tujuan Evaluasi Kurikulum Evaluasi pelaksanaan kurikulum bertujuan untuk mengukur seberapa jauh penerapan kurikulum berstandar nasional dipakai sebagai pedoman pengembangan dan pelaksanaan kurikulum di daerah/sekolah, sehingga pelaksanaan kurikulum dapat dimengerti, dipahami, diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan dianalisa oleh peserta didik.Evaluasi dilakukan pada setiap tahapan pelaksanaan pengembangan kurikulum sebagai upaya untuk mengkaji ulang pelaksanaan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan. Evaluasi untuk program pelaksanaan pengembangan kurikulum di daerah memerlukan indikator keberhasilan sebagai tolak ukur pencapaian pelaksanaan kurikulum. Indikator keberhasilan kurikulum mencakup: 1. Indikator keberhasilan sosialisasi kurikulum 2. Indikator keberhasilan penyusunan silabus 3. Indikator keberhasilan penyusunan program tahunan dan semester 4. Indikator keberhasilan penyusunan rencana pembelajaran 5. Indikator keberhasilan penyusunan bahan ajar 6. Indikator keberhasilan pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar Menyimak pembahasan di atas maka dapat dianalisa bahwa tujuan evaluasi kurikulum untuk mengetahui apakah sasaran yang telah ditetapkan tercapai atau tidak setelah kurikulum itu diimplementasikan, Selain itu, evaluasi kurikulum dimaksud juga untuk mengetahui validitas tujuan atau sasaran kurikulum itu sendiri, termasuk penilaian apakah kurikulum itu sesuai dengan tingkat kecerdasan pelajar atau anak didik tertentu, apakah mode intruksional yang dipakai yang terbaik untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, apakah materi yang direkomendasikan terbaik untuk mencapai tujuan kurikulum atau tujuan intruksional yang diinginkan. E. Langkah-langkah Evaluasi Kurikulum Pada dasarnya langkah-langkah dalam mengevaluasi kurikulum ada 2 langkah yaitu; 1. Tahap Persiapan Tahap persiapan pada dasarnya menentukan apa dan bagaimana penilaian harus dilakukan. Artinya, perlu rencana yang jelas mengenai kegiatan penilaian termasuk alat dan sarana yang diperlukan. Ada beberapa langkah yang harus dikerjakan dalam tahap persiapan ini, yakni; · Menyusun Term of reference (TOR) penilaian, sebagai rujukan pelaksanaan penilaian. Dalam TOR ini dijelaskan target dan sasaran penilaian, lingkup atau objek yang dinilai, organisasi yang menangani penilaian serta biaya pelaksanaan penilaian. · Klasifikasi, artinya mengadakan penelaahan perangkat evaluasi seperti tujuan yang ingin dicapai, isi penilaian, strategi yang digunakan, sumber data, instrument dan jadwal penilaian. · Ujicoba penilaian ( Try-out), yakni melaksanakan teknik dan prosedur penilaian di luar sample penilaian. Tujuan utama adalah untuk melihat keterandalan alat-alat penilaian dan melatih tenaga penilai termasuk logistiknya, agar kualitas data yang kelak diperoleh lebih meyakinkan 2. TahapPelaksanaan Setelah uji coba dilaksanakan dan perbaikan /penyempurnaan prosedur, teknik serta instrumen penelitian, langkah berikutnya adalah melaksanakan penilaian. Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam tahap pelaksanaan ini antara lain; · Pengumpulan data di lapangan artinya melaksanakan penilaian melalui instrumen yang telah dipersiapkan terhadap sumber data sesuai dengan program yang telah direncanakan. · Menyusun dan mengolah data hasil penilaian baik data yang dihasilkan berdasarkan persepsi pelaksana kurikulum dan kelompok sasaran kurikulum maupun data berdasarkan hasil amatan dan monitoring penilai. · Menyusun deskripsi kurikulum tersebut, berdasarkan data informasi yang diperoleh dari hasil penilaian. · Menentukan judgment terhadap deskripsi kurikulum berdasarkan criteria tertentu yang telah ditentukan.judgment dapat menggunakan dua macam logika yakni logika vertical dan horizontal. · Pembahasan dan pengukuhan hasil- hasil penilaian dalam satu pertemuan khusus yang melibatkan tim penilai dengan pelaksana kurikulum, pengambilan keputusan dan mungkin dari unsur lain yang relevan, sangat diperlukan, sebelum hasil –hasil tersebut dimanfaatkan. F. Peranan Evaluasi Kurikulum Peranan evaluasi kebijaksanaan dalam kurikulum khususnya pendidikan umumnya minimal berkenaan dengan tiga hal, yaitu: 1. Evaluasi sebagai moral judgement Konsep utama dalam evaluasi adalah masalah nilai. Hasil dari suatu evaluasi berisi suatu nilai yang akan digunakan untuk tindakan selanjutnya. Evaluasi bukan merupakan suatu proses tunggal, minimal meliputi 2 kegiatan, pertama mengumpulkan informasi dan kedua menentukan suatu keputusan. Masalah-masalah dan konsep-konsep dalam pendidikan selalu mengalami pengembangan, maka pertalian antara informasi pendidikan selalu mengalami perkembangan maka pertalian antara informasi pendidikan yang diperoleh dengan keputusan yang diambil tidak selalu sama, mengalami perkembangan pula. 2. Evaluasi dan penentuan keputusan Pengambil keputusan dalam pendidikan atau khususnya dalam pelaksanaan kurikulum. Pengambil keputusan dalam pelaksanaan pendidikan atau kurikulum banyak, yaitu: guru, murid, orangtua, kepala sekolah, para inspektur, pengembang kurikulum dan sebagainya. Siapa diantara mereka yang memegang peranan paling besar dalam penentuan keputusan.Pada prinsipnya tiap individu di atas membuat keputusan sesuai dengan posisinya. Pengambil keputusan dalam proses evaluasi memegang posisi nilai yang berbeda, sesuai dengan posisinya. Salahsatu kesulitan yang dihadapi dalam penggunaan hasil evaluasi bagi pengambilan keputusan adalah hasil evaluasi yang diterima oleh berbagai pihak pengambil keputusan adalah sama. 3. Konsensus nilai Dalam bagian yang terdahulu sudah dikemukakan bahwa penelitian pendidikan dan evaluasi kurikulum sebagai perilaku sosial berisi nilai-nilai.Dalam berbagai situasi pendidikan serta kegiatan pelaksanaan evaluasi kurikulum sejumlah nilai-nilai dibawakan oleh orang-orang yang turut terlibat (berpartisipasi) dalam kegiatan penilaian atau evaluasi.Para partisipan dalam evaluasi pendidikan dapat terdiri atas orang tua, murid, guru, pengembang kurikulum, administrator, ahli politik, ahli ekonomi, penerbit, arsitek dsb. G. Ujian sebagai Evaluasi Sosial Sejak diperkenalkan sistem ujian atau tes untuk umum di Amerika Serikat dan negara-negara lain, pengukuran yang berbentuk umum tersebut merupakan salah satu model evaluasi dalam pendidikan. Keberhasilan dalam ujian pengetahuan dan kemampuan skolastik selama bertahun-tahun ditentukan oleh kemampuan mengingat fakta-fakta.Ujian bukan saja menunjukkan nilai pengetahuan atau kemampuan secara sosial, tetapi juga telah merupakan peraturan dari sekolah.Sistem ujian yang dilaksanakan, lebih banyak digunakan untuk mengukur kemampuan siswa.Untuk menilai gambaran sekolah secara keseluruhan.Sedangkan untuk mengukur kemampuan siswa digunakan istilah assessment maka untuk penilaian keseluruhan situasi sekolah lebih tepat digunakan istilah evaluation. Para evaluator menyadari bahwa aneka macam kerangka kerja evaluasi mempunyai implikasi terhadap penentuan keputusan pendidikan. Barry Mc. Donald (1975), mendasarkan argumentasinya pada anggapan dasar bahwa evaluasi merupakan kegiatan politik. Ia membedakan adanya tiga tipe evaluasi dalam pendidikan dan kurikulum, yaitu: 1. Evaluasi birokratik Merupakan suatu layanan yang bersifat unconditional terhadap lembaga-lembaga pemerintahan yang memiliki wewenang kontrol terbesar dalam alokasi sumber-sumber pendidikan. 2. Evaluasi otokratik Merupakan layanan evaluasi terhadap lembaga-lembaga pemerintah yang mempunyai wewenang control cukup besar dalam mengalokasikan sumber-sumber pendidikan. 3. Evaluasi demokratik Merupakan layanan pemberian informasi terhadap masyarakat, tentang program-program pendidikan. H. Model-model Evaluasi Kurikulum Model evaluasi kurikulum sebagai fenomena sejarah merupakan suatu elemen dalam proses sosial yang dihubungkan dengan perkembangan pendidikan. Model - model evaluasi kurikulum diantaranya yaitu. 1. Evaluasi Model Penelitian Model evaluasi kurikulum yang menggunakan model penelitian didasarkan atas teori dan metode tes psikologis serta eksperimen lapangan. Eksperimen lapangan dalam pendidikan, dimulai pada tahun 1930 dengan menggunakan metode yang biasa digunakan dalam penelitian botani pertanian. Para ahli botani pertanian mengadakan percobaan untuk ditanam pada petak-petak tanah yang memiliki kesuburan dan lain-lain yang sama. Dari percobaan tersebut dapat diketahui benih mana yang paling produktif.Percobaan serupa dapat juga digunakan untuk mengetahui pengaruh tanah, pupuk dan sebagainya terhadap produktivitas suatu macam benih. Model eksperimen dalam botani pertanian dapat digunakan dalam pendidikan, anak dapat disamakan dengan benih, sedang kurikulum serta berbagai fasilitas serta sistem sekolah dapat disamakan dengan tanah dan pemeliharaannya. Untuk mengetahui tingkat kesuburan benih (anak) serta hasil yang dicapai pada akhir program percobaan dapat digunakan tes (pretest dan post test). Comparative approach dalam evaluasi. Salah satu pendekatan dalam evaluasi yang menggunakan eksperimen lapangan adalah mengadakan pembandingan antara dua macam kelompok anak, umpamanya yang menggunakan dua metode belajar yang berbeda. Kelompok pertama belajar membaca dengan menggunakan metode global dan kelompok lain menggunakan metode unsur. Rancangan penelitian lapangan ini membutuhkan persiapan yang sangat teliti dan rinci, seperti sampel, variabel yang terkontrol, hipotesis, treatment, tes hasil belajar dan sebagainya, perlu dirumuskan secara tepat dan rinci. 2. Evaluasi Model Objektif Evaluasi model objektif (model tujuan) berasal dari Amerika Serika., Perbedaan model objektif dengan model komparatif ada dalam dua hal : a. Dalam model objektif evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dari proses pengembangan kurikulum. b. Kurikulum tidak dibandingkan dengan kurikulum lain tetapi diukur dengan seperangkat objektif (tujuan khusus). Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh tim pengembang model objektif, yaitu: a. Ada kesepakatan tentang tujuan-tujuan kurikulum. b. Merumuskan tujuan-tujuan tersebut dalam perbuatan siswa. c. Menyusun materi kurikulum yang sesuai dengan tujuan tersebut. d. Mengukur kesesuaian antara perilaku siswa dengan hasil yang diinginkan. Dasar-dasar teori Tylor dan Bloom menjadi prinsip sentral dalam berbagai rancangan kurikulum dan mencapai puncaknya dalam sistem belajar berprograman dan sistem instruksional. Sistem pengajaran yang terkenal adalah IPI (Individually Prescribed Instruct‑on) yaitu: a. Tujuan-tujuan pengajaran yang disusun dalam daerah-daerah, tingkat-tingkat dan unit-unit. b. Suatu prosedur program testing. c. Pedoman prosedur penulisan. d. Materi dan alat pengajaran. e. Kegiatan guru dalam kelas. f. Kegiatan murid dalam kelas. g. Prosedur pengelolaan kelas. 3. Evaluasi Model Campuran Multivariasi Evaluasi model perbandingan dan model Tylor dan Bloom melahirkan evaluasi model campuran multivariasi, yaitu strategi evaluasi yang menyatukan unsur-unsur dari kedua pendekatan tersebut. Seperti halnya pada eksperimen lapangan serta usaha-usaha awal dari Tylor dan Bloom, metode tersebut masuk kebidang kurikulum dari proyek evaluasi.Metode-metode tersebut masuk ke bidang kurikulum setelah komputer dan program paket berkembang yaitu tahun 1960. Langkah-langkah model multivariasi adalah sebagai berikut: a. Mencari sekolah yang berminat untuk dievaluasi/diteliti. b. Melaksanakan program. c. Sementara tim penyusun, menyusun tujuan yang meliputi semua tujuan dari pengajaran d. Bila semua informasi yang diharapkan telah terkumpul, maka mulailah pekerjaan komputer. e. Tipe analisis dapat juga digunakan untuk mengukur pengaruh dari beberapa variabel yang berbeda. Beberapa kesulitan yang dihadapi dalam model multivariasi, yaitu: a. Diharapkan memberikan tes statistik yang signifikan. b. Terlalu banyaknya variabel yang perlu dihitung. c. Model multivariasi telah mengurangi masalah control berkenaan dengan eksperimen lapangan tetapi menghadapi masalah-masalah pembandingan. BAB III SIMPULAN Monitoring atau pemantauan yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengecek penampilan dan aktifitas yang dikerjakan. Monitoring ini sebenarnya merupakan kegiatan mengikuti jalannya pelaksanaan kurikulum di sekolah pada tahun-tahun permulaan ditetapkannya kurikulum tersebut.Cara pelaksanaan pemantauan (monitoring) terhadap kurikulum dapat dilakukan melalui dua cara yaitu cara langsung dan tidak langsung. Evaluasi kurikulum adalah penelitian yang sistematik tentang manfaat, kesesuaian efektifitas dan efisiensi dari kurikulum yang diterapkan. Atau evaluasi kurikulum adalah proses penerapan prosedur ilmiah untuk mengumpulkan data yang valid dan reliable untuk membuat keputusan tentang kurikulum yang sedang berjalan atau telah dijalankan.Evaluasi pelaksanaan kurikulum bertujuan untuk mengukur seberapa jauh penerapan kurikulum berstandar nasional dipakai sebagai pedoman pengembangan dan pelaksanaan kurikulum di daerah/sekolah, sehingga pelaksanaan kurikulum dapat dimengerti, dipahami, diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan dianalisa oleh peserta didik.Evaluasi dilakukan pada setiap tahapan pelaksanaan pengembangan kurikulum sebagai upaya untuk mengkaji ulang pelaksanaan kurikulum pada setiap jenjang pendidikan. Peranan evaluasi kebijaksanaan dalam kurikulum khususnya pendidikan umumnya minimal berkenaan dengan tiga hal, yaitu evaluasi sebagai moral judgement, evaluasi dan penentuan keputusan, konsensus nilai.Model - model evaluasi kurikulum diantaranya yaitu: evaluasi model penelitian,xevaluasi model objektif, dan evaluasi model campuran multivariasi. DAFTAR PUSTAKA Soedarminto,dkk. 1999. Pengembangan Kurikulum Bahan Belajar. Jakarta: Universitar Terbuka, Depdikbud. Sukmadinata, Nana.2011. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: PT REMAJA ROSDAKARYA. Muiz, Abdul. 2013. Monitoring dan Evaluasi Kurikulum. (online) http://amcreative.wordpress.com/pemantauan-kurikulum/ . Diakses Rabu, 9 April 2014 Pukul 14.32 WIB. PEGESEDE KHUSUS at 07:06 Share No comments: Post a Comment ‹ › Home View web version About Me PEGESEDE KHUSUS View my complete profile Powered by Blogger.